JAKARTA. Setelah maraknya gempuran produk impor mainan dari China, pemerintah mulai mempercepat standardisasi nasional SNI untuk produk mainan anak-anak. Rencananya SNI Untuk mainan anak-anak berlaku pada kuartal pertama tahun 2011. Budi Irmawan, Direktur Industri Aneka Ditjen Basis Manufaktur Kementerian Perindustrian bilang, semua prinsip SNI sudah disepakati."Kami targetkan kuartal I tahun depan sudah berlaku," ungkapnya, (28/12). Jika ditetapkan, maka seluruh mainan anak-anak khusus di bawah 14 tahun harus memiliki logo SNI. Saat ini draft SNI masih di godok oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan siap diserahkan Kementerian Perindustrian. SNI yang diterapkan nantinya mengadopsi dari standar mainan anak-anak yang dipakai Eropa yakni European Notification(Vi)Ho.71. Point penting pengujian untuk penetapan standar adalah pencantuman label peruntukan usia anak, tingkat berbahaya tidaknya sisi fisik maupun mekanik mainan, sifat mudah terbakar atau tidak, dan kandungan zat kimia masing-masing jenis mainan."Intinya tidak boleh ada bahan kimia berbahaya dan bentuknya aman digunakan," katanya. Pemberlakuan SNI ini menurut Budi bisa menyaring kualitas produk-produk impor dan meningkatkan kualitas produk mainan di dalam negeri. Produk mainan anak yang beredar di Indonesia saat ini didominasi oleh produk-produk impor asal China. Rata-rata bahan baku mainan anak dari China berasal dari plastik. Jika pengawasan jelek, bahan plastik bisa diganti oleh bahan kimia berbahaya. "Mainan produk dalam negeri rata-rata terbuat dari kayu, jadi ini SNI sebenarnya menguntungkan produk dalam negeri," ungkapnya. Budi bilang produsen mainan anak dalam negeri tetap berkewajiban memiliki SNI. Budi melanjutkan, SNI bisa merangsang pengusaha lokal untuk meningkatkan kualitas produksi. Manfaat jangka panjang, produk lokal bisa mengimbangi kualitas produk impor. Selama ini, produsen China hanya mengandalkan bahan baku daur ulang jadi harganya lebih murah. Jika sudah ber-SNI, produsen tidak pakai daur ulang lagi."Jadi harga mainan impor dan lokal bisa bersaing lagi," ungkapnya. Faktanya saat ini daya saing mainan lokal atas asing masih lemah. Sebagai gambaran saja Budi bilang, volume ekspor mainan anak-anak tahun 2010 hanya 300.000 per bulan sedangkan volume impor mainan sudah mencapai 1,5 juta per bulan."Tapi jika semua diwajibkan, tentu produk lokal bisa mengimbangi kualitas, lama kelamaan mainan lokal pasar ekspornya lebih kuat," ungkap Budi. Dhanang Sasongko, Ketua Asosiasi Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) bilang, langkah pemerintah menerapkan SNI sudah tepat. Sebagian pengusaha lokal sudah siap melaksanakan standar SNI. Apalagi jika produsen mainan di Indonesia memakai bahan baku kayu, jadi mudah untuk dapat SNI. Namun masalahnya, berbahan dasar kayu pun tetap butuh bahan berlapis kimia lain. Ambil contoh, pengusaha mainan kayu rata-rata melapisi produknya dengan cat. "Sayang 60% produsen lokal masih pakai cat yang berbahaya, sosialisasi minim, mereka tidak tahu cat yang aman seperti apa," ungkapnya. Tambah lagi pengusaha mainan lokal industri mainan geliat bisnisnya cenderung ke pelosok daerah. Artinya, pemerintah bisa menyampaikan sosialisasi sampai ke dinas-dinas. Dhanang bilang daerah-derah yang mulai menjadi basis industri mainan ada di Jawa Tengah seperti Klaten, Solo, Jogja, Magelang dan Wonosobo ataupun di Jawa Barat seperti di Tasikmalaya, Ciawi, dan Bogor. "Kalau pendampingan dan sosialisasi tidak sampai ke daerah, saya malah khawatir SNI malah bisa mematikan," tandas Dhanang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
SNI produk mainan anak-anak berlaku awal 2011
JAKARTA. Setelah maraknya gempuran produk impor mainan dari China, pemerintah mulai mempercepat standardisasi nasional SNI untuk produk mainan anak-anak. Rencananya SNI Untuk mainan anak-anak berlaku pada kuartal pertama tahun 2011. Budi Irmawan, Direktur Industri Aneka Ditjen Basis Manufaktur Kementerian Perindustrian bilang, semua prinsip SNI sudah disepakati."Kami targetkan kuartal I tahun depan sudah berlaku," ungkapnya, (28/12). Jika ditetapkan, maka seluruh mainan anak-anak khusus di bawah 14 tahun harus memiliki logo SNI. Saat ini draft SNI masih di godok oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan siap diserahkan Kementerian Perindustrian. SNI yang diterapkan nantinya mengadopsi dari standar mainan anak-anak yang dipakai Eropa yakni European Notification(Vi)Ho.71. Point penting pengujian untuk penetapan standar adalah pencantuman label peruntukan usia anak, tingkat berbahaya tidaknya sisi fisik maupun mekanik mainan, sifat mudah terbakar atau tidak, dan kandungan zat kimia masing-masing jenis mainan."Intinya tidak boleh ada bahan kimia berbahaya dan bentuknya aman digunakan," katanya. Pemberlakuan SNI ini menurut Budi bisa menyaring kualitas produk-produk impor dan meningkatkan kualitas produk mainan di dalam negeri. Produk mainan anak yang beredar di Indonesia saat ini didominasi oleh produk-produk impor asal China. Rata-rata bahan baku mainan anak dari China berasal dari plastik. Jika pengawasan jelek, bahan plastik bisa diganti oleh bahan kimia berbahaya. "Mainan produk dalam negeri rata-rata terbuat dari kayu, jadi ini SNI sebenarnya menguntungkan produk dalam negeri," ungkapnya. Budi bilang produsen mainan anak dalam negeri tetap berkewajiban memiliki SNI. Budi melanjutkan, SNI bisa merangsang pengusaha lokal untuk meningkatkan kualitas produksi. Manfaat jangka panjang, produk lokal bisa mengimbangi kualitas produk impor. Selama ini, produsen China hanya mengandalkan bahan baku daur ulang jadi harganya lebih murah. Jika sudah ber-SNI, produsen tidak pakai daur ulang lagi."Jadi harga mainan impor dan lokal bisa bersaing lagi," ungkapnya. Faktanya saat ini daya saing mainan lokal atas asing masih lemah. Sebagai gambaran saja Budi bilang, volume ekspor mainan anak-anak tahun 2010 hanya 300.000 per bulan sedangkan volume impor mainan sudah mencapai 1,5 juta per bulan."Tapi jika semua diwajibkan, tentu produk lokal bisa mengimbangi kualitas, lama kelamaan mainan lokal pasar ekspornya lebih kuat," ungkap Budi. Dhanang Sasongko, Ketua Asosiasi Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) bilang, langkah pemerintah menerapkan SNI sudah tepat. Sebagian pengusaha lokal sudah siap melaksanakan standar SNI. Apalagi jika produsen mainan di Indonesia memakai bahan baku kayu, jadi mudah untuk dapat SNI. Namun masalahnya, berbahan dasar kayu pun tetap butuh bahan berlapis kimia lain. Ambil contoh, pengusaha mainan kayu rata-rata melapisi produknya dengan cat. "Sayang 60% produsen lokal masih pakai cat yang berbahaya, sosialisasi minim, mereka tidak tahu cat yang aman seperti apa," ungkapnya. Tambah lagi pengusaha mainan lokal industri mainan geliat bisnisnya cenderung ke pelosok daerah. Artinya, pemerintah bisa menyampaikan sosialisasi sampai ke dinas-dinas. Dhanang bilang daerah-derah yang mulai menjadi basis industri mainan ada di Jawa Tengah seperti Klaten, Solo, Jogja, Magelang dan Wonosobo ataupun di Jawa Barat seperti di Tasikmalaya, Ciawi, dan Bogor. "Kalau pendampingan dan sosialisasi tidak sampai ke daerah, saya malah khawatir SNI malah bisa mematikan," tandas Dhanang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News