Soal Alokasi Tambahan Kuota Haji, Ini Penjelasan Kemenag



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu alokasi tambahan kuota haji 1445 H/2024 M mencuat seiring dibentuknya Panitia Khusus Hak Angket Haji oleh DPR. Salah satu hal yang ditanyakan adalah mengapa kuota tambahan dialokasikan 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus.

Indonesia tahun ini mendapat 221.000 kuota, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Ini sesuai pasal 64 UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah bahwa kuota haji khusus sebesar 8%.

Selain itu, Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Arab Saudi pada Oktober 2023 mendapat tambahan kuota spesial sebesar 20.000 jemaah. Disebut spesial karena baru kali pertama Indonesia mendapat kuota tambahan sebanyak itu.


Pasal 9 UU No 8/2019 mengatur bahwa alokasi kuota tambahan diatur oleh Menteri Agama. Kuota tambahan itu selanjutnya dialokasikan 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus. 

Baca Juga: Pembentukan Pansus Angket Haji Dinilai Sarat Kepentingan

"Kita dapat kuota haji, 30 Juni 2023. Jumlahnya 221.000 jemaah. Saat pembahasan awal dengan Panitia Kerja DPR, jumlahnya masih 221.000. Di tengah jalan ada informasi hasil kunjungan presiden, Indonesia mendapat special ekstra kuota 20.000," terang Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latif dalam Coffee Morning Sukses Haji 2024, Senin (15/7).

Hilman mengaku, sebelum ada kuota tambahan, pihaknya sudah mendiskusikan dengan Arab Saudi terkait kepadatan di Mina. Menurutnya, sempat didiskusikan simulasi dari 221.000 kuota, sebanyak 30.000 gunakan skema tanazul ke hotel, untuk mengurangi kepadatan di Mina.

Tanazul maksudnya jemaah memisahkan diri dari rombongan, tidak menginap di tenda Mina, tapi kembali ke hotel di Makkah, khususnya yang dekat dengan jamarat.

Dalam perkembangan selanjutnya, tambahan kuota 20.000 mendapat persetujuan dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi pada 8 Januari 2024, dengan alokasi 10.000 untuk haji khusus dan 10.000 reguler. 

Hal itu tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh Menteri Agama RI dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi. MoU itu yang kemudian menjadi landasan Kemenag dalam menyiapkan layanan.

Mendapat kuota tambahan sebanyak 20.000, kata Hilman, tentu membuat pihaknya senang. Namun, hal itu juga mengharuskan Kementerian Agama untuk berpikir keras, mulai dari skema pemberangkatan jemaah, hingga penyiapan layanan, baik di tanah air maupun Tanah Suci. 

Apalagi, Kemenag belum pernah mendapat tambahan kuota hingga 20.000. Sebelumnya, Kemenag pernah mendapat tambahan kuota 10.000 pada 2019, dan 8.000 pada musim haji 2023.

Proses simulasi terus dilakukan, menyusul Pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan baru tentang pembagian zona (zonasi) di wilayah Mina. 

Kebijakan yang terbit pada Desember 2023 ini membagi kawasan Mina dalam lima zona. Dua zona di dekat kawasan Jamarat (zona yang selama ini digunakan haji khusus), zona tiga dan empat di wilayah setelah terowongan Mu'aishim, sedang zona lima di Mina Jadid. 

Masing-masing zona ada standar biayanya. Semakin dekat dengan jamarat (tempat lontar jumrah), semakin mahal biayanya.

Setelah dihitung, baik soal biaya maupun kepadatan, jemaah haji Indonesia bisa menempati zona tiga dan empat. Proses kontrak penyediaan tenda dan layananannya tetap first come first served, meski tetap diatur. 

"Sebab, selain Indonesia, zona tiga dan empat, ditempati juga jemaah dari Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan China," sebut Hilman.

"Setelah dilakukan kajian, tidak semua kuota tambahan bisa ditempatkan di zona tiga dan empat. Dari kajian itulah didorong untuk bisa masuk ke zona dua yang relatif masih kosong. Tapi itu beda jalur. Bisa dipakai haji khusus," jelas Hilman.

Dinamika ini telah ia coba dikomunimasikan dengan DPR sejak Januari 2024. Namun, saat itu momentumnya menjelang pemilu. 

Setelah pemilu, proses komunikasi dengan DPR juga terus dilakukan. Tujuannya, membahas kembali hasil Rapat Kerja November 2023.

Tahun 2022, Kemenag melakukan penyesuaian untuk nilai manfaat bersama DPR dan bisa. Tahun 2023 Kemenag juga melakukan penyesuaian karena ada tambahan kuota. Akan tetapi di tahun 2024, nampaknya tidak tercapai.

"Ini kami paparkan untuk menjelaskan bahwa ada situasi teknis terkait alokasi kuota tambahan. Jadi bukan masalah jual beli. Tidak ada jual beli kuota," tegas Hilman.

Respons Pansus

Terkait Pansus, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah menegaskan bahwa pihaknya menghormati apa yang sudah ditetapkan DPR. Kemenag akan mengikuti tahapan prosesnya.

"Kita siapkan data yang diperlukan, hasil-hasil komunikasi dengan pihak Saudi, serta dokumen yang kita miliki untuk menjelaskan kenapa kebijakan alokasi kuota tambahan ini muncul," tegas Hilman.

Misalnya, dalam MoU yang ditandatangani Menag dan Menhaj Saudi sudah dinyatakan pembagian kuotanya. Dokumen ini yang berusaha dikomunikasikan ke DPR sejak awal. 

"Hanya sampai penyelenggaraan haji Rapat Kerja belum terlaksana," sambungnya.

Menurut Hilman, upaya mengomunikasikan beragam dinamika persiapan haji sudah dilakukan sejak Januari 2024, baik secara formal maupun informal. 

"Kita juga sudah bersurat resmi memberitahukan kondisi ini kepada Komisi VIII," pungkas Hilman.

Baca Juga: Kemenag: Pengurusan Slot Time Penerbangan Jemaah Haji Kewajiban Maskapai

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati