JAKARTA. Harga cabai diharapkan segera bisa turun kembali dalam dua pekan mendatang, seiring tibanya musim panen. Namun, ada permintaan khusus dari Kementerian Perdagangan kepada Kementerian Pertanian soal cabai ini. “Saya minta Kementerian Pertanian agar kejadian seperti ini jangan terulang setiap tahun, (kenaikan harga) karena faktor cuaca. Bagaimana agar tidak terulang lagi? Kita mesti mendorong penggunaan teknologi untuk para petani tersebut,” tegas Rachmat Gobel, Selasa (2/12). Selama ini, naik turunnya harga cabai sangat tergantung kepada cuaca. Harga cabai bisa membumbung tinggi di luar masa panen tetapi langsung anjlok drastis ke level harga sangat murah setiap kali panen tiba. Tak rekomendasikan impor Masa panen cabai juga tergantung musim, karena tanaman cabai yang terlalu banyak tersiram air hujan akan busuk. Akibat naik-turun ekstrem harga cabai dan ketergantungan pada cuaca ini, tak semua petani mau kembali menanam cabai, berujung pada kurangnya pasokan. Rahchmat memastikan pula bahwa impor bukan solusi untuk masalah ini. "Tak ada rekomendasi untuk impor cabai," tegas dia. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan, Srie Agustina mengatakan, sejumlah daerah akan memasuki masa panen dalam dua pekan mendatang. Daerah itu, antara lain Aceh, Muntilan, dan Mataram. “Kalau pasokannya bertambah, insya Allah harganya turun. Dan ini memang di pasar induk sekarang (harga cabai sudah turun) dari Rp 95.000 per kilogram menjadi Rp 80.000-an, karena pasokannya (bertambah),” papar Srie. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (1/12), melaporkan kenaikan harga bahan bakar minyak telah diikuti kenaikan harga komoditas, dengan inflasi dari indeks harga konsumen mencapai 1,5%. Dari angka itu, cabai merah menyumbang inflasi sebesar 0,26% dari kelompok bahan makanan. (Estu Suryowati) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Soal cabai, ini permintaan Mendag ke Mentan
JAKARTA. Harga cabai diharapkan segera bisa turun kembali dalam dua pekan mendatang, seiring tibanya musim panen. Namun, ada permintaan khusus dari Kementerian Perdagangan kepada Kementerian Pertanian soal cabai ini. “Saya minta Kementerian Pertanian agar kejadian seperti ini jangan terulang setiap tahun, (kenaikan harga) karena faktor cuaca. Bagaimana agar tidak terulang lagi? Kita mesti mendorong penggunaan teknologi untuk para petani tersebut,” tegas Rachmat Gobel, Selasa (2/12). Selama ini, naik turunnya harga cabai sangat tergantung kepada cuaca. Harga cabai bisa membumbung tinggi di luar masa panen tetapi langsung anjlok drastis ke level harga sangat murah setiap kali panen tiba. Tak rekomendasikan impor Masa panen cabai juga tergantung musim, karena tanaman cabai yang terlalu banyak tersiram air hujan akan busuk. Akibat naik-turun ekstrem harga cabai dan ketergantungan pada cuaca ini, tak semua petani mau kembali menanam cabai, berujung pada kurangnya pasokan. Rahchmat memastikan pula bahwa impor bukan solusi untuk masalah ini. "Tak ada rekomendasi untuk impor cabai," tegas dia. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan, Srie Agustina mengatakan, sejumlah daerah akan memasuki masa panen dalam dua pekan mendatang. Daerah itu, antara lain Aceh, Muntilan, dan Mataram. “Kalau pasokannya bertambah, insya Allah harganya turun. Dan ini memang di pasar induk sekarang (harga cabai sudah turun) dari Rp 95.000 per kilogram menjadi Rp 80.000-an, karena pasokannya (bertambah),” papar Srie. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (1/12), melaporkan kenaikan harga bahan bakar minyak telah diikuti kenaikan harga komoditas, dengan inflasi dari indeks harga konsumen mencapai 1,5%. Dari angka itu, cabai merah menyumbang inflasi sebesar 0,26% dari kelompok bahan makanan. (Estu Suryowati) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News