Soal divestasi Freeport, Inalum pilih tidak terburu-buru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Negosiasi penguasaan saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sebanyak 51% sampai pada Juni 2018 ini belum juga selesai. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) selaku kepala holding industri pertambangan mengaku memilih jalan yang tidak terburu-buru untuk mendapatkan divestasi 51% saham Freeport itu.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, yang menargetkan pengambilan divestasi saham 51% pada Juni ini bukan dari pihaknya. Inalum, lebih memilih sikap untuk tidak terburu-buru ambil divestasi saham itu.

"Mesti tanya sama yang janji (selesai Juni). Untuk kita mending transaksi benar bukan terburu-buru tapi tidak benar. Takut sudah ngomong tapi tidak bisa tercapai," terang Budi saat buka bersama dengan Media, di Financial Club, Graha Niaga, Jakarta, Senin (5/6) malam.


Maka dari itu, Budi mengatakan negosiasi yang dilakukan saat ini sangat complicated. Sebab, negosiasi ini tidak hanya melibatkan Freeport Indonesia saja, tapi juga dengan Rio Tinto selaku pemegang Participating Interest (PI) 40%, lantaran PI milik Rio Tinto itulah yang akan diambil oleh Inalum dan akan dikonversi menjadi saham.

"Kompleksitasnya banyak. Tapi sekali lagi, significant milestone sudah cukup signifikan," terang Budi. 

Namun sayangnya, Budi masih enggan menjabarkan berapa valuasi harga yang sudah ditentukan oleh pihaknya untuk membeli PI Rio Tinto sebanyak 40% itu, juga sisa saham yang akan diambil dari Freeport Indonesia untuk memenuhi 51%. Alasannya terikat dengan disclosure agreement baik kepada Rio Tinto maupun Freeport Indonesia.

Yang jelas, kata Budi, yang terjadi sekarang, komitmen pendanaan sudah diperoleh tinggal tunggu transaksi pembelian terjadi. "Komitmen pendanaan dari konsorsium bank-bank sudah ada," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan pihak Rio Tinto sudah menyatakan sikapnya secara tertulis supaya PI 40% itu bisa dilakukan konversi menjadi saham.

"Sudah mencapai tahap final yang dilaksanakan oleh Inalum. Saya tidak ikuti proses negosiasi ini, karena ditangani oleh Kementerian BUMN," terangnya.

Asal tahu saja, untuk pemenuhan divestasi saham 51% tidak hanya cukup dengan mengambil PI 40% milik Rio Tinto itu. Karena, saat ini pemerintah Indonesia baru memiliki saham senilai 9,36%. Artinya jika digabungkan nilai saham pemerintah baru 49,36%, itupun jika saham tersebut tidak terdelusi akibat konversi.

Jonan mengatakan pemerintah juga akan menyelesaikan sisa saham yang sedianya akan diambil dari saham milik Freeport McMoRan.inc sebesar 5,6%, yang ditargetkan semuanya selesai pada Juni 2018 ini. Namun sayangnya, ketika dikonfirmasi masalah harga yang ditetapkan oleh Inalum atas pembelian divestasi saham itu, Jonan enggan berbicara.

"Mudah-mudahan pada Juni proses akuisisi selesai dan kalau akuisisi selesai itu memenuhi salah satu permintaan pemerintah mengenai syarat perpanjangan," ungkapnya.

Berkenaan dengan divestasi saham 51% itu hal lainnya yang tengah dinegosiasikan sudah disepakati oleh Freeport Indonesia. Seperti misalnya, berkenaan dengan stabilitas investasi berupa perubahan pajak dari nailedown menjadi prevailling. Lalu, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dan perubahan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Jadi tinggal menunggu akuisisi yang dilakukan Inalum atas Participating Interest Rio Tinto di Feeeport Indonesia dan juga sisanya pembelian saham FCX kalau tidak salah 5,6%. Kalau sudah ya sudah selesai 51%," tandas Jonan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi