JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengisyaratkan, bakal ada tersangka baru dalam kasus penjualan saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) milik PT Kutai Timur Energi (KTE). Jika sebelumnya hanya menyeret petinggi perusahaan milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur itu, kali ini jaksa akan menetapkan tersangka dari kalangan pejabat daerah. Isyarat ini disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy. Ia mengatakan, berdasarkan keterangan saksi-saksi, ada indikasi, kisruh divestasi saham KPC itu melibatkan pejabat daerah. "Penyidik terus mendalami keterlibatan mereka," tegasnya, akhir pekan lalu.Sayang, Marwan belum bersedia membocorkan nama pejabat Kutai Timur yang bakal menjadi tersangka itu. Yang jelas ia bilang, saat ini, penyidik tengah mendalami kemungkinan penetapan status tersangka terhadap bupati yang menjabat saat penjualan saham KPC berlangsung.Sekadar informasi, Kutai Timur merupakan daerah hasil pemekaran yang memisahkan diri dari Kabupaten Kutai. Sejak berdiri, baru dua bupati yang menjabat, yakni Awang Faroek Ishak dan Isran Noor. Kini, Awang menjadi Gubernur Kalimantan Timur.Kejagung baru menetapkan Anung Nugroho dan Afidin Tri Wahyudi sebagai tersangka kasus divestasi saham KPC ini. Keduanya adalah direktur utama dan direktur operasi KTE. Mereka menjadi tersangka karena diduga menjual saham KPC milik KTE tanpa persetujuan dari DPRD Kutai Timur. Akibatnya, negara diduga merugi Rp 546 miliar.Kasus ini bermula dari pembelian saham KPC oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Sebagai pemilik baru, BUMI berniat menjalankan kewajiban yang tertuang dalam Perjanjian Kontrak Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B), yakni melepas 51% saham KPC ke pemerintah pusat, Kalimantan Timur, dan Kutai Timur.Karena keterbatasan dana, pemerintah pusat, Kalimantan Timur, dan Kutai Timur tidak mengeksekusi haknya. Cuma, lewat KTE, Kutai Timur akhirnya mendapat saham 5% secara cuma-cuma dari BUMI. Atas perintah pemerintah daerah, KTE menjual kepemilikan 5% saham KPC tersebut. Penjualan inilah yang kemudian memicu kemelut.Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Didiek Darmanto menjelaskan, divestasi saham KPC tidak cuma bermasalah dalam prosesnya saja, tapi juga dalam penggunaan uang hasil penjualan saham. Duit senilai US$ 63 juta itu, antara lain diinvestasikan di PT Samuel Sekuritas sebanyak US$ 45 juta dan deposito di Bank IFI sebesar Rp 2 miliar.Hamzah Dahlan, kuasa hukum Pemerintah Kutai Timur menegaskan, divestasi itu seharusnya tidak dipermasalahkan lagi, apalagi sampai mengincar pejabat lain. "Ada penyimpangan atau tidak, kan uangnya juga sudah jelas masih ada di bank," tegasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Soal Divestasi KPC, Bakal Ada Tersangka dari Pejabat Kutai Timur
JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengisyaratkan, bakal ada tersangka baru dalam kasus penjualan saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) milik PT Kutai Timur Energi (KTE). Jika sebelumnya hanya menyeret petinggi perusahaan milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur itu, kali ini jaksa akan menetapkan tersangka dari kalangan pejabat daerah. Isyarat ini disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy. Ia mengatakan, berdasarkan keterangan saksi-saksi, ada indikasi, kisruh divestasi saham KPC itu melibatkan pejabat daerah. "Penyidik terus mendalami keterlibatan mereka," tegasnya, akhir pekan lalu.Sayang, Marwan belum bersedia membocorkan nama pejabat Kutai Timur yang bakal menjadi tersangka itu. Yang jelas ia bilang, saat ini, penyidik tengah mendalami kemungkinan penetapan status tersangka terhadap bupati yang menjabat saat penjualan saham KPC berlangsung.Sekadar informasi, Kutai Timur merupakan daerah hasil pemekaran yang memisahkan diri dari Kabupaten Kutai. Sejak berdiri, baru dua bupati yang menjabat, yakni Awang Faroek Ishak dan Isran Noor. Kini, Awang menjadi Gubernur Kalimantan Timur.Kejagung baru menetapkan Anung Nugroho dan Afidin Tri Wahyudi sebagai tersangka kasus divestasi saham KPC ini. Keduanya adalah direktur utama dan direktur operasi KTE. Mereka menjadi tersangka karena diduga menjual saham KPC milik KTE tanpa persetujuan dari DPRD Kutai Timur. Akibatnya, negara diduga merugi Rp 546 miliar.Kasus ini bermula dari pembelian saham KPC oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Sebagai pemilik baru, BUMI berniat menjalankan kewajiban yang tertuang dalam Perjanjian Kontrak Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B), yakni melepas 51% saham KPC ke pemerintah pusat, Kalimantan Timur, dan Kutai Timur.Karena keterbatasan dana, pemerintah pusat, Kalimantan Timur, dan Kutai Timur tidak mengeksekusi haknya. Cuma, lewat KTE, Kutai Timur akhirnya mendapat saham 5% secara cuma-cuma dari BUMI. Atas perintah pemerintah daerah, KTE menjual kepemilikan 5% saham KPC tersebut. Penjualan inilah yang kemudian memicu kemelut.Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Didiek Darmanto menjelaskan, divestasi saham KPC tidak cuma bermasalah dalam prosesnya saja, tapi juga dalam penggunaan uang hasil penjualan saham. Duit senilai US$ 63 juta itu, antara lain diinvestasikan di PT Samuel Sekuritas sebanyak US$ 45 juta dan deposito di Bank IFI sebesar Rp 2 miliar.Hamzah Dahlan, kuasa hukum Pemerintah Kutai Timur menegaskan, divestasi itu seharusnya tidak dipermasalahkan lagi, apalagi sampai mengincar pejabat lain. "Ada penyimpangan atau tidak, kan uangnya juga sudah jelas masih ada di bank," tegasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News