Soal Dugaan Kasus Kredit PT HSI, Bank OCBC NISP Minta Perlindungan Hukum ke Presiden



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank OCBC NISP Tbk terus mengupayakan penyelesaian kasus kredit macet yang melibatkan PT Hair Star Indonesia (HSI). Bank bersandi saham NISP ini meminta perlindungan dan penegakan hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus ini.

HSI merupakan perusahaan produsen rambut palsu yang berlokasi di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.  Hasbi Setiawan, Kuasa Hukum Bank OCBC NISP menyatakan HSI terindikasi berusaha untuk menghindari tanggung jawab terhadap adanya utang kepada Bank OCBC NISP.

Indikasi adanya upaya PT HSI untuk melepaskan diri dari kewajiban kepada bank tersebut dilakukan dengan sejumlah cara. Di antaranya dengan mengalihkan 50% saham PT HSI yang sebelumnya dimiliki oleh PT Hari Mahardika Utama (HMU) kepada pihak lain. 


Baca Juga: Bank OCBC NISP (NISP) Siapkan Rencana Buyback Saham Senilai Rp 500 Juta

Ia menyatakan PT HMU dimiliki secara langsung oleh Susilo Wonowidjojo yang merupakan orang terkaya ke-14 menurut Majalah Forbes. 

“Kami sudah mengirimkan surat ini kepada Presiden Jokowi melalui Kementerian Sekretaris Negara. Kami sangat berharap bapak Presiden memberikan atensi terhadap kasus ini, mengingat banyak Bank yang terancam menjadi korban dari upaya PT HSI untuk melarikan diri dari tanggung jawab,” jelas Hasbi dalam pertemuan media di Jakarta, Senin (27/3).

Hasbi mengungkapkan, untuk mendapatkan hak-haknya sebagai kreditur PT HSI, Bank OCBC NISP telah melakukan sejumlah upaya hukum. 

Seperti gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo yang saat ini masing berlangsung. Gugatan dengan nomor perkara 19/PDT.G/2023/PN.SDA tersebut menempatkan Susilo Wonowidjojo sebagai tergugat utama.

Langkah hukum lainnya adalah melaporkan dugaan tindak pidana manajemen dan pemegang saham HSI, termasuk diantaranya Susilo Wonowidjojo sebagai pemilik PT HMU ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri). 

Dalam Laporan Polisi No LP/B/0011/2023/SPKT/Bareskrim Polri pada 9 Januari 2023, terdapat dugaan adanya penggunaan uang hasil kredit dari Bank OCBC NISP yang tidak sesuai dengan perjanjian kredit yang disepakati antara Bank dan PT HSI.

“Surat kepada Presiden ini adalah salah satu ikhtiar industri perbankan untuk mendapatkan keadilan atas perilaku buruk yang dilakukan oleh kreditur sekelas PT HSI, yang dimiliki oleh Susilo Wonowidjojo melalui PT HMU. Bank OCBC NISP tidak pernah berpikir bahwa kerjasama yang sudah terjalin dengan baik sejak tahun 2016, dimana setiap tahun selalu dilakukan perpanjangan kredit ke HSI, ternyata dibalas dengan niat jahat untuk melepaskan diri dari kewajiban,” ungkap Hasbi.

Bank OCBC NISP berharap dengan atensi dari Presiden Joko Widodo, penanganan kasus ini dapat berjalan lurus, tegak dan profesional sesuai koridor hukum yang berlaku. Hal tersebut akan memberikan kepastian hukum dan keyakinan bagi pelaku usaha seperti perbankan untuk dapat menjalankan fungsi strategisnya dalam menggerakkan ekonomi nasional.

Hasbi mengatakan, pihaknya mengetahui dari media massa bahwa ada banyak bank yang juga terancam menjadi korban dengan kerugian triliunan rupiah dari kasus PT HSI.  Pihaknya juga menganggap pailit yang terjadi pada PT HSI sangat aneh, mengingat gugatan PKPU dilakukan oleh debitur dengan piutang hanya sekitar Rp 4 miliar. Padahal PT HSI baru saja mendapatkan kredit dari Bank OCBC NISP sekitar Rp 232 miliar.

“Belum lagi keanehan gugatan PKPU dilayangkan sebulan setelah PT HMU menjual sahamnya di HSI kepada pihak yang diduga masih terafiliasi. Inilah yang kami minta penegakan hukum dilakukan secara lurus, tegak dan profesional. Ini juga ujian tentang kredibilitas Susilo Wonowidjojo, yang sebelumnya secara tidak langsung  melalui anak usahanya PT HMU yang memiliki saham dan perwakilan di PT HSI terlibat dalam proses perjanjian kredit antara Bank OCBC NISP dan PT HSI,” ungkapnya.

Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby tertanggal 27 September 2021, tercatat ada 7 bank yang menjadi korban yaitu Bank BTPN, Bank CTBC, Bank DBS Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Bank Mega, Bank OCBC NISP, dan Bank Permata.

Baca Juga: Fasilitasi Pebisnis Ekspor Impor, OCBC NISP Luncurkan Platform Velocity

Dalam putusan tersebut yang ditandatangani Ketua Majelis Hakim PN Surabaya, Khusaini SH, MH disebutkan bahwa ketujuh bank tersebut merupakan kreditur separatis yang mewakili total 145.550 suara dan bersama-sama menyatakan setuju untuk perpanjangan jangka waktu Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun, terdapat 11 kreditur konkuren yang mewakili 14.560 suara yang menyatakan tidak setuju. Atas dasar itu majelis hakim memutuskan PT HSI pailit.

Kepailitan PT HSI tersebut terjadi setelah PT HMU milik Susilo Wonowidjojo melepas 50% sahamnya kepada Hadi Kristanto Niti Santoso pada tanggal 17 Mei 2021. Pada bulan Juni 2021, sebulan setelah HMU keluar dari PT HSI, CV Duta Prima dan CV Kurnia Jaya dengan hanya memiliki nilai tagihan sebesar Rp 4 Miliar bersama-sama mengajukan PKPU PT HSI di Pengadilan Niaga Surabaya yang akhirnya berujung pailit.  

Pada saat pailit terjadi, 100% kepemilikan saham PT HSI sudah dikuasai oleh keluarga Niti Santoso. Selain Hadi Kristanto Niti Santoso yang membeli 50% saham PT HSI dari PT HMU, keluarga ini juga menguasai 50% saham PT HSI melalui PT Surya Multi Flora. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi