Soal Dugaan Pelanggaran Fintech Lending Pendidikan, KPPU Ungkap Kabar Terbaru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membeberkan kabar terbaru terkait adanya dugaan pelanggaran berkaitan dengan pinjaman pendidikan melalui Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending. 

Mengenai hal itu, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan pihaknya sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan. "Lidiknya masih bergulir," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (19/5).

Deswin menerangkan KPPU masih dalam tahap pemanggilan pihak terkait. Sebab, banyak jadwal panggilan yang berubah-ubah oleh para pihak.


Sebelumnya, pada Maret 2024, Ketua KPPU Fanshurullah Asa menyampaikan pihaknya telah menyelesaikan kajian atau penelitian berkaitan dengan pinjaman pendidikan melalui fintech lending. Dalam proses kajian, dia bilang KPPU telah mendapatkan berbagai informasi maupun data dari berbagai pihak, seperti regulator pendidikan, Otoritas Jasa Keuangan, perguruan tinggi, dan para pelaku usaha yang bergerak di industri pinjaman baik perbankan maupun fintech lending. 

Baca Juga: Data Fintech Lending Bakal Masuk SLIK, Ini Tanggapan Sejumlah Pemain

"Berdasarkan kajian, KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dan memutuskan untuk menindaklanjutinya dengan penegakan hukum, khususnya melalui tindakan penyelidikan awal perkara inisiatif," ucapnya dalam keterangan resmi, Jumat (22/3).

Sejak Februari 2024, Fanshurullah mengatakan KPPU telah melakukan berbagai pendalaman atas persoalan fintech lending pendidikan dan telah menghadirkan berbagai pihak terkait. Dari proses tersebut, hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa pelaku usaha telah menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi atau jauh lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif. 

Selanjutnya, Fanshurullah menyampaikan KPPU juga melakukan perbandingan suku bunga pinjaman pendidikan di berbagai negara. Dia bilang pihaknya menemukan bahwa pinjaman pendidikan melalui fintech lending di Indonesia sangat jauh lebih tinggi dibandingkan produk pinjaman pendidikan di luar negeri.

"Dengan menerapkan suku bunga yang tinggi, KPPU menduga bahwa pelaku usaha telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar tersebut," ungkapnya.

Oleh karena itu, pada 20 Maret 2024, Fanshurullah menyatakan KPPU memutuskan untuk melanjutkan kajian atau penelitian tersebut dengan melakukan penyelidikan awal guna mencari alat bukti pelanggaran berikut kejelasan atas dugaan pasal pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati