Soal Ekstensifikasi Jasa Kena Cukai, Pengamat: Perlu Pertimbangan Mendalam

Soal Ekstensifikasi Jasa Kena Cukai, Pengamat: Perlu Pertimbangan Mendalam


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai mengkaji pengenaan cukai terhadap jasa. Hal ini dikarenakan di beberapa negara sudah menerapkan dan menjalankan kebijakan tersebut.

Direktur Eksekutif Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan, wacana ekstensifikasi cukai merupakan hal yang sah dan positif. Hanya saja, menurutnya, memperluas cukai ke jasa perlu dipertimbangkan secara mendalam.

Yusuf mengambil contoh, cukai perjudian tidak relevan diterapkan di Indonesia mengingat judi dan taruhan adalah ilegal di Indonesia.


Baca Juga: Kementerian Keuangan Mulai Kaji Pengenaan Cukai Terhadap Jasa

Sementara untuk cukai hiburan malam seperti klub malam dan diskotik, akan berpotensi pajak ganda lantaran bisnis hiburan malam selama ini ada di ranah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan menjadi pendapatan asli daerah.

"Cukai judi tidak relevan sedangkan cukai hiburan malam berpotensi konflik dengan pajak daerah," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu (2/8).

Meski begitu, Yusuf bilang, cukai jasa telekomunikasi masih memungkinkan untuk dipertimbangkan lantaran radiasi dari penggunaan ponsel memiliki dampak negatif pada kesehatan. 

Begitu juga dengan cukai jasa hiburan yang menurutnya masih relevan untuk diterapkan, misalnya saja cukai video game dan cukai untuk menonton siaran televisi.

"Dengan pertimbangan bermain game atau menonton TV terlalu lama akan berdampak negatif," katanya.

Namun Yusuf menegaskan, alih-alih sekadar perluasan cukai ke jasa, sebaiknya pemerintah berfokus pada tujuan dari cukai dengan beberapa prioritas. 

Pertama, fokus pada cukai untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, terutama dengan penguatan pelaksanaan cukai rokok dan secepatnya menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Kedua, fokus pada cukai untuk perlindungan alam dan lingkungan, terutama sekali dengan menerapkan cukai penggunaan plastik, terutama plastik sekali pakai, dan cukai emisi korban.

"Terutama emisi karbon dari penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan emisi karbon dari PLTU batubara," terang Yusuf.

Sebelumnya, Pelaksana di Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Boy Riansyah menegaskan, memang saat ini berdasarkan Undang-Undang Cukai, pengenaan cukai hanya dikenakan terhadap barang saja. Oleh karena itu, pemerintah belum  bisa mengenakan cukai terhadap jasa seperti di negara lain.

Baca Juga: Eksportir Rajungan Keberatan dengan Kewajiban Memarkirkan DHE Minimal 3 Bulan

"Untuk peraturan yang saat ini berlaku, jasa itu belum dapat dikenakan cukai. Jadi yang baru dapat dikenakan cukai dengan peraturan yang sekarang ini berupa barang bukan jasa," ujar Boy dalam acara Sosialisasi CEFU, dikutip Rabu (2/8).

Meski begitu, konsep jasa kena cukai tersebut telah dikaji oleh para akademisi. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan terus mengikuti kajian tersebut agar dapat diketahui apakah pengenaan cukai terhadap jasa bisa dilakukan di Indonesia atau tidak.

"Kita juga sudah mulai mengkaji tahun kemarin. Kita juga mendapat insight dari Universitas Indonesia terkait fisibilitas, kira-kira di Indonesia bisa atau enggak si jasa ini dikenakan cukai. Potensinya bagaimana itu juga masih dalam kajian awal," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi