JAKARTA. PT Davomas Abadi Tbk (DAVO) berencana untuk melakukan hearing dengan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) awal bulan ini. Tatap muka itu dilakukan guna membahas kelangsungan statusnya sebagai perusahaan yang tercatat di BEI yang juga sedang terancam penghapusan saham secara paksa (forced delisting). Namun, Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI mengaku, hingga hari ini belum ada satu pun pertemuan dengan pihak DAVO. "Belum ada pertemuan, deadline forced delisting-nya berarti Maret," tambahnya, (10/1). Mengingatkan saja, saham DAVO sudah dua kali terkena suspensi bursa untuk kurun waktu yang panjang. Suspensi pertama dilakukan pada 2009 lalu ketika DAVO mengalami gagal bayar (default) utang obligasi senilai US$ 238 juta, atau setara dengan Rp 1,17 triliun. Suspensi saham DAVO sudah sempat dibuka. Tapi, pada 2012 lalu suspensi kembali dilakukan lantaran DAVO default dengan tagihan utang kepada PT Heradi Utama dan PT Aneka Surya Agro dengan total nilai utang Rp 2,93 triliun, utang kepada pemegang saham dan utang lainnya dengan nominal masing-masing Rp 319,11 miliar dan Rp 1,26 miliar. Jadi, jika ditotal maka utang DAVO yang sempat masuk ke dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) itu sebesar Rp 4,42 triliun. Sesuai dengan perintah otoritas bursa, akhir tahun lalu DAVO telah menyampaikan kepada publik terkait skema pelunasan utangnya. Emiten pengolahan kakao ini mengambil langkah penukaran utang dengan saham atau debt to equity swap (DES). Soal DES yang dilakukan DAVO, Hoesen mengaku telah mendengar informasi tersebut. Sekarang, bursa tengah menunggu konfirmasi terkait going concern dan arah bisnis DAVO kedepannya seperti apa. Pada kesempatan sebelumnya, Hoesen juga sempat mengatakan, apa dampaknya jika DAVO mengeksekusi langkah DES. "Sekarang going concern-nya kesitu, apakah DES akan melepas beban perusahaan atau justru membebani perusahaan," pungkas Hoesen.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Soal forced delisting, deadline DAVO hingga Maret
JAKARTA. PT Davomas Abadi Tbk (DAVO) berencana untuk melakukan hearing dengan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) awal bulan ini. Tatap muka itu dilakukan guna membahas kelangsungan statusnya sebagai perusahaan yang tercatat di BEI yang juga sedang terancam penghapusan saham secara paksa (forced delisting). Namun, Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI mengaku, hingga hari ini belum ada satu pun pertemuan dengan pihak DAVO. "Belum ada pertemuan, deadline forced delisting-nya berarti Maret," tambahnya, (10/1). Mengingatkan saja, saham DAVO sudah dua kali terkena suspensi bursa untuk kurun waktu yang panjang. Suspensi pertama dilakukan pada 2009 lalu ketika DAVO mengalami gagal bayar (default) utang obligasi senilai US$ 238 juta, atau setara dengan Rp 1,17 triliun. Suspensi saham DAVO sudah sempat dibuka. Tapi, pada 2012 lalu suspensi kembali dilakukan lantaran DAVO default dengan tagihan utang kepada PT Heradi Utama dan PT Aneka Surya Agro dengan total nilai utang Rp 2,93 triliun, utang kepada pemegang saham dan utang lainnya dengan nominal masing-masing Rp 319,11 miliar dan Rp 1,26 miliar. Jadi, jika ditotal maka utang DAVO yang sempat masuk ke dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) itu sebesar Rp 4,42 triliun. Sesuai dengan perintah otoritas bursa, akhir tahun lalu DAVO telah menyampaikan kepada publik terkait skema pelunasan utangnya. Emiten pengolahan kakao ini mengambil langkah penukaran utang dengan saham atau debt to equity swap (DES). Soal DES yang dilakukan DAVO, Hoesen mengaku telah mendengar informasi tersebut. Sekarang, bursa tengah menunggu konfirmasi terkait going concern dan arah bisnis DAVO kedepannya seperti apa. Pada kesempatan sebelumnya, Hoesen juga sempat mengatakan, apa dampaknya jika DAVO mengeksekusi langkah DES. "Sekarang going concern-nya kesitu, apakah DES akan melepas beban perusahaan atau justru membebani perusahaan," pungkas Hoesen.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News