Soal Garuda, Faisal Basri dukung Menko Rizal Ramli



JAKARTA. Kritik yang dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli soal pemesanan 30 pesawat Airbus A350 XWB oleh PT Garuda Indonesia Tbk, ternyata mendapat dukungan dari ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri. Menurut Faisal, melihat kinerja maskapai pelat merah tersebut, ada baiknya Garuda menunda untuk membeli pesawat tersebut dan membuka rute ke negara-negara di Eropa. Apalagi, Garuda akan banyak menuai rugi jika harus membuka beberapa rute baru ke Eropa, karena rute yang saat ini dilayani terbukti sepi peminatnya. “Garuda hanya punya satu rute ke Eropa, yaitu Jakarta-Amsterdam (Schiphol)-London (Gatwick) pp. Itu pun tidak setiap hari. Seingat saya, penerbangan Garuda untuk rute ke Eropa tak pernah penuh,” ujar Faisal dalam blog pribadinya, Selasa (18/8). Faisal mengaku terakhir kali ke Eropa menggunakan penerbangan Garuda pada Juni lalu dengan kondisi load factor yang tidak terisi penuh. Ia juga menuturkan pernah meminta kepada panitia suatu seminar di Belanda untuk dipesankan tiket pulang menggunakan penerbangan Garuda. “Namun dengan berat hati panitia tidak bisa memenuhi permintaan itu karena harga tiket Garuda nyaris dua kali lipat lebih mahal dari MAS. Pada kesempatan lain, saya bertugas keliling beberapa negara Eropa. Lagi-lagi tak menggunakan Garuda karena pertimbangan jauh lebih mahal dari Emirates yang akhirnya dipilih oleh kantor yang menugaskan saya,” kata mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas tersebut. Masih dari blog pribadinya, Faisal menilai Garuda kalah bersaing dengan maskapai Timur Tengah seperti Qatar, Emirates, atau Etihad. Frekuensi penerbangan trio maskapai tersebut untuk rute Jakarta-Eropa jauh lebih banyak dari Garuda karena didukung oleh jaringan yang mendunia. Tidak hanya itu, maskapai negara-negara tetangga juga banyak yang menjadi pesaing Garuda untuk rute Jakarta-Amsterdam-London. “Di tengah keterpurukan Eropa agaknya Garuda perlu ekstra hati-hati membuka tambahan rute baru ke sana. Gagasan untuk membuka rute ke Amerika Serikat juga perlu pertimbangan matang,” tegas Faisal. Oleh karena itu, Faisal meminta manajemen Garuda yang dipimpin oleh Direktur Utama Arif Wibowo bisa lebih mengedepankan pertimbangan bisnis dalam membuka rute baru ke eropa dan mengesampingkan gengsi. “Kalau Garuda dipaksa oleh oknum penguasa, jajaran direksi harus berteriak agar tidak lagi terbebani di masa mendatang yang akhirnya seluruh rakyat yang menanggungnya. Di bawah kepemimpinan baru ini Garuda sebenarnya sudah berbenah dan hasil laba sudah kelihatan,” katanya. Faisal mengingatkan, tiga Direktur Utama Garuda Indonesia sebelum Arif Wibowo selalu meninggalkan utang di akhir masa jabatan yang membuat penggantinya selalu meminta pertolongan pemerintah untuk menutupi dalam bentuk penyertaan modal pemerintah. Sebelumnya sehari setelah dilantik menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli mengaku telah menggagas pembatalan rencana pembelian pesawat Airbus A350 XWB oleh Garuda. Menurutnya, rute internasional yang akan dibuka oleh Garuda menggunakan pesawat tersebut tak menguntungkan. Dia mencontohkan Singapore Airlines yang sudah lebih dulu melayani penerbangan ke Amerika Serikat dan Eropa tidak memiliki kinerja keuangan yang baik. Demikian pula dengan Garuda yang disebut Rizal hanya memiliki tingkat keterisian penumpang sebesar 30% untuk rute ke Belanda dan Inggris. Karenanya, di mata Rizal, dibandingkan mengembangkan bisnis penerbangan ke internasional, Garuda berpotensi memiliki keuntungan dengan membeli pesawat Airbus 320 dan memilih fokus menguasai bisnis penerbangan domestik dan regional Asia. Rencana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengambil pinjaman dari Bank of China Aviation pertama kali didengungkan Menteri BUMN Rini Soemarno di sela-sela Paris Air Show 2015 di Prancis, Juni 2015 lalu. Keikutsertaan Rini di acara kedirgantaraan internasional itu adalah untuk menyaksikan penyerahan penghargaan 'The World’s Best Cabin Crew 2015' dari Skytrax, lembaga pemeringkat penerbangan independen asal London kepada Garuda. Rini mengaku telah meneken perjanjian kerjasama bantuan pendanaan terhadap sejumlah BUMN di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, nilai pinjaman yang diboyong Rini mencapai US$ 40 miliar, atau sekitar Rp 520 triliun. (Sanusi)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan