Soal Inalum, pemerintah mengacu hasil audit BPKP



JAKARTA. Proses pengambil alihan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) oleh pemerintah Indonesia dari Nippon Asahan Aluminium (NAA) saat ini masih terkendala soal perbedaan harga. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan saat ini pemerintah Indonesia masih menunggu hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan harga pasti Inalum.

Saat ini BPKP tengah mengaudit proyeksi aset Inalum per 31 Oktober 2013 sebesar US$ 558 juta. Apapun hasil yang dikeluarkan oleh BPKP, pemerintah Indonesia akan menjadikannya sebagai patokan.

"Nanti kalau di audit ternyata US$ 556 juta, tapi Jepang tidak mau kurang dari US$ 558 juta, kita tidak bisa. Kita katakan, apapun audit BPKP, pihak Jepang juga harus ikut kita, itu yang jadi pegangan," jelasnya.


Hatta juga mengatakan bahwa perihal nilai aset Inalum ini, tidak perlu sampai ke tingkat arbitrase. "Kami harapkan tidak ada arbitrase terkait nilai aset Inalum ini," tambahnya. Hatta menegaskan bahwa yang terpenting saat ini Inalum sudah menjadi milik Indonesia sepenuhnya. Dan diharapkan kedepannya tidak ada hambatan yang mengganjal. "Pokoknya kita tergantung sama audit dari BPKP ," imbuhnya.

Seperti diketahui, berdasarkan perjanjian pada tahun 1975, kontrak Jepang terhadap kepemilikan Inalum berakhir pada 31 Oktober 2013. Karena itu per 1 November 2013 Inalum sudah bisa diambilalih oleh pemerintah Indonesia dari NAA.

Pemerintah menawarkan harga US$ 558 juta atau sekitar Rp 6,14 triliun kepada NAA. Namun NAA mengajukan bahwa nilai aset Inalum berada di angka US$ 650 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan