Soal insentif LCGC, Kemenkeu masih bungkam



JAKARTA. Kehadiran mobil murah ramah lingkungan alias low cost green car (LCGC) sejak awal telah memberikan permasalahan tersendiri. Alih-alih ingin menjadi mobil pilihan yang menguntungkan, namun nyatanya menjadi beban negara karena menenggak bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Tidak heran apabila Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) pada pemerintahannya mendatang mewacanakan penghapusan insentif bagi produksi mobil irit dan murah ini. Jika insentif dihapus, tentu harga jual mengalami kenaikan.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) memberikan pajak 0% dari harga jual untuk kendaraan bermotor yang termasuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau. Nah, insentif tersebut diberikan apabila pelaku industri memenuhi kewajibannya.


Jika tidak diberikan insentif maka mobil LCGC dikenaikan ajak PPnBM sebesar 10%. Mobil yang dijual tidak lebih dari Rp 95 juta per unit ini tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi. Namun kenyataannya, mobil ini banyak mengantri di Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) premium.

Tidak hanya itu. Mobil ini diwajibkan ekspor minimal 10% dari total penjualan atau produksi mobil tersebut. Namun kenyataannya, ekspor belum mencapai 10%.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto mengakui Kementerian Keuangan (Kemkeu) masih belum bisa menanggapi rencana Jokowi untuk menghapus LCGC sebagai mobil peneriman insentif. Saat ini, pihaknya sedang melakukan komunikasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk mengetahui perkembangan LCGC.

Sejak Mei kemarin pihak Keuangan sudah melakukan pembicaraan dengan Kemenperin untuk membahas soal LCGC. Salah satu opsi yang pada waktu itu dicetuskan adalah menggunakan mulut pipa mobil yang berbeda antara BBM bersubsidi dan non subsidi. Namun hingga sekarang ini, diakui Andin, masih belum ada pembahasan lebih lanjut. 

Menurut dirinya, Kemkeu akan siap dengan data-data yang ada apabila nantinya presiden terpilih ingin mengetahui perkembangan LCGC. "Tapi keputusan cabut atau tidak urusan pimpinan," ujar Andin, Senin (22/9).

Sekedar gambaran saja, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) total penjualan mobil LCGC dari Januari hingga Agustus 2014 mencapai 113,752 ribu. Mobil murah ramah lingkungan besutan Toyota yaitu Agya menjadi mobil LCGC yang paling laris yaitu sebesar 46,399 ribu. 

Presiden terpilih Jokowi pada akhir pekan lalu mengatakan tidak akan menjual mobil LCGC pada masa pemerintahannya. Salah satu spekulasi alasan yang muncul di balik sikap Jokowi tersebut adalah karena dianggap sebagai sumber pemborosan BBM bersubsidi dan biang kemacetan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto