KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memberi sinyal adanya reshuffle kabinet dalam waktu dekat. Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada beberapa menteri yang mendapatkan rapor merah agar bisa di reshuffle atau diganti. Pertama, Menteri yang mengurus ihwal pangan yaitu Menteri Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan. Bhima menilai, kedua menteri tersebut belum maksimal menyelesaikan masalah pangan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan harga pangan bahkan sebelum Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) dan keputusan impor beras saat panen raya tiba.
"Ini menteri perdagangan dan pertanian keliatan gagal dalam menjaga stabilitas harga pangan, inflasi masih tinggi, kemudian beras sekarang harganya bergejolak," kata Bhima pada Kontan.co.id, Jum'at (31/3). "Persoalan pangan khawatir bisa berimbas kepada kenaikan angka kemiskinan," tambah Bhima.
Baca Juga: Jabatan Menpora Kosong, Jokowi Beri Sinyal Segera Ada Reshuffle Kedua, Bhima juga menyoroti kinerja dari Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah. Menurutnya, Menteri Ketenagakerjaan gagal dalam memberikan upaya perlindungan bagi pekerja. Menurutnya, upaya melanggengkan Perppu Cipta Kerja di mana banyak pasal yang merugikan pekerja adalah salah satu bentuk kegagalan Menaker memberikan perlindungan pekerja. Selain itu, adanya kebijakan pemangkasan upah sebanyak 25% di sektor tekstil juga memberikan rapot merah bagi Menaker. "Justru saat tekanan ekonomi mengkhawatirkan ada badai PHK, Bu Ida banyak mencabut perlindungan tenaga kerja. Menaker harus dievaluasi kalau perlu diganti," pungkas Bhima. Berikutnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Runtutan kasus yang ada di lingkungan Kementerian Keuangan dan lambatnya proses penyelesaiannya menurunkan kredibilitas Sri Mulyani selaku pimpinan Kementerian Keuangan. Bhima menilai, Sri Mulyani justru terlihat seperti ingin melindungi institusi yang dipimpinnya, alih-alih mempercepat proses investigasi kasus yang ada. Terlebih, dalam kasus transaksi mencurigakan Rp 340 triliun yang ada di Kemenkeu. Menurut Bhima, harusnya Sri Mulyani harusnya menjadikan momen ini sebagai langkah pembersihan institusi dengan membentuk tim investigasi gabungan bersama pemerintah ataupun DPR misalnya.
Baca Juga: Kata Johan Budi ke Mahfud MD: Pak Jokowi Tidak Suka Menteri yang Berdebat di Luar "Saya pikir Sri Mulyani sudah terlalu lama di Kementerian Keuangan mungkin butuh sosok yang lebih bisa bersih- bersih, punya tangan besi karena ini merupakan skandal terbesar yang pernah ada," papar Bhima. Bhima juga menyoroti terkait pengelolaan utang yang terkesan sembrono terlebih dalam proyek pembangunan yang ambisius seperti IKN dan kereta cepat Jakarta-Bandung. "Seolah pembangunan menggantungkan diri dengan utang padahal proyeknya secara ekonomi tidak layak hanya mempertimbangkan hal yang sifatnya lebih politis daripada sifat teknokratis," kata Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari