Soal janji insentif izin usaha seumur tambang batubara, ini tanggapan IMA



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus menjanjikan berbagai insentif kepada perusahaan batubara supaya mau mengembangkan hilirisasi komoditas tersebut. Salah satu insentif nonfiskal yang disiapkan pemerintah untuk mempercepat hilirisasi adalah pemberian izin usaha selama umur cadangan tambang.

Hal tersebut tampak berbeda dengan ketentuan yang berlaku di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.

Dalam pasal 47 poin e, disebut bahwa jangka waktu kegiatan operasi pertambangan batubara paling lama 20 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan 2 kali masing-masing 10 tahun setelah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.


Sedangkan dalam pasal 47 poin (g), jangka waktu kegiatan operasi pertambangan batubara yang terintegrasi dengan kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan berlangsung paling lama 30 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

Baca Juga: Simak rekomendasi emiten batubara di tengah sentimen positif UU Cipta Kerja

Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno mengatakan, pada dasarnya latar belakang hilirisasi batubara berasal dari perintah UU Minerba. Dalam hal ini, UU tersebut berisi amanat terkait hilirisasi sebagai syarat dari perpanjangan Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Di samping itu, hilirisasi juga merupakan keinginan pemerintah untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan melalui pemanfaatan komoditas tambang dalam negeri. Misalnya, pemanfaatan batubara untuk memenuhi kebutuhan ethanol domestik yang selama ini masih harus diimpor sebanyak 60 juta ton.

“Indonesia punya banyak batubara. Jadi mesti dimulai memproduksi untuk kebutuhan dalam negeri sebelum keduluan orang lain,” ujar dia, Sabtu (17/10).

Djoko menyebut, investasi di sektor hilir batubara membutuhkan modal yang besar dan kegiatannya berlangsung lama sekitar 25 sampai 30 tahun. Perusahaan batubara yang terlibat mesti mempertimbangkan berbagai risiko sebelum mengeksekusi proyek hilirisasi.

Alhasil, adanya insentif seperti pemberian izin usaha seumur cadangan tambang tentu akan memberi kepastian berusaha dan hukum bagi para pelaku usaha itu sendiri. Pemerintah pun akan memperoleh jaminan tersedianya pendapatan negara dari industri hilir, keberlanjutan pembangunan yang dapat mensejahterahkan masyarakat, hingga terjaminnya lingkungan hidup.

“Dengan adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha, maka akan mempercepat investasi hilirisasi,” imbuh Djoko.

Menurutnya, untuk menyukseskan hilirisasi batubara, perlu ada jaminan pula bahwa produk hilir tersebut bisa terserap oleh berbagai industri yang membutuhkan. Seperti industri kimia dasar atau petrokimia.

Kalau perlu, mesti ada kontrak jangka panjang antara produsen dan konsumen sehingga kedua belah pihak mempunyai jaminan terkait suplai dan permintaan di sektor hilir. “Perindustrian dasar juga harus dipacu agar penyerapan hilirisasi batubara dapat menumbuhkan industri dalam negeri sekaligus menyerap tenaga kerja,” imbuh Djoko.

Selanjutnya: Emiten batubara mendapat angin dari insentif royalti 0% di UU Cipta Kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat