KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baru-baru ini PT PLN dan PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) melakukan penjajakan dalam pengakhiran lebih awal (
early retirement) salah satu PLTU, yakni PLTU Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Lewat kerja sama ini, PTBA akan mengambil alih atau mengakuisisi PLTU Pelabuhan Ratu milik PLN. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sekaligus Plt. Dirjen Ketenagalistrikan, Dadan Kusdiana mengatakan, aksi yang dilakukan PLN merupakan upaya yang bagus untuk memulai aksi nyata terkait dengan pengistirahatan dini PLTU Batubara sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2022. Dadan tidak bisa menjelaskan perincian skema jual-beli PLTU ini karena aksi korporasi yang dilakukan PLN tidak menjadi wilayah tugas dan fungsi ESDM.
Baca Juga: Mengintip Isi Kantong PTBA yang Ingin Beli PLTU Pelabuhan Ratu Seharga US$ 800 juta “Dalam melakukan pemensiunan dini PLTU kuncinya adalah pendanaan, apabila didapatkan pendanaan yang tepat akan memberikan dampak positif ke PLN dan juga ke sektor energi,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (20/10). Dari catatan Kontan.co.id sebelumnya, dalam aksi korporasi yang dilakukan PLN bersama dengan Bukit Asam adalah penjualan PLTU Pelabuhan Ratu yang memiliki kapasitas 3x350 megawatt (MW) yang selama ini memasok listrik untuk regional Jawa Barat. Meski PLTU Pelabuhan Ratu diambil alih oleh PTBA, nantinya PLN tetap bertindak sebagai pembeli listrik atau
offtaker pembangkit tersebut. Dengan teknologi dan sistem pendukungnya, PLTU ini mampu memberi jaminan keandalan optimal. Kinerja PLTU yang efisien ini berpotensi meningkatkan nilai tambah dari keekonomian batu bara sebagai bahan baku. Potensi tambahan pendapatan dari penjualan listrik sebesar Rp 6 triliun per tahun. Direktur Utama Bukit Asam, Arsal Ismail menyampaikan komitmen untuk mendukung kebijakan Pemerintah yang mendorong pensiun dini PLTU dalam rangka transisi menuju energi bersih. PTBA sangat peduli dengan isu perubahan iklim dan siap berkontribusi agar target
Net Zero Emission pada 2060 dapat tercapai. "Kerja sama dengan PLN dalam melakukan
early retirement PLTU sejalan dengan visi PTBA menjadi perusahaan energi dan kimia kelas dunia yang peduli lingkungan. Kami berharap agar target-target penurunan emisi karbon dapat tercapai dan ketahanan energi tetap terjaga," kata Arsal dalam keterangan resmi, Rabu (19/10). Arsal menjelaskan, berbagai aspek dipertimbangkan dalam kerja sama ini, baik aspek lingkungan hingga keekonomian.
Principal Framework Agreement ini merupakan komitmen bersama yang memberi ruang untuk mencapai kesepakatan terbaik yang memberi nilai maksimal bagi kedua belah pihak. "Kerja sama ini menguntungkan semua pihak, baik PLN maupun PTBA," ujarnya. Dengan adanya program pengakhiran lebih awal, masa operasional PLTU Pelabuhan Ratu akan terpangkas dari 24 tahun menjadi 15 tahun. Penurunan masa operasional tersebut akan dibarengi oleh potensi pemangkasan emisi karbondioksida (CO2) ekuivalen sebesar 51 juta ton atau setara Rp 220 miliar.
Keikutsertaan PTBA dalam rencana
early retirement PLTU Pelabuhan Ratu ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis. PLTU Pelabuhan Ratu merupakan tulang punggung pasokan listrik di wilayah bagian selatan Pulau Jawa.
Berdasarkan lokasi geografis, tata kelola PLTU Pelabuhan Ratu relatif lebih mudah diintegrasikan dengan sistem rantai pasok PTBA. Kebutuhan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun. Hal tersebut selaras dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk pemanfaatan cadangan batu bara PTBA. Setelah penandatanganan
Principal Framework Agreement ini, PTBA dan PLN akan melakukan proses
due dilligence (uji tuntas) untuk progam
early retirement PLTU tersebut. Pengambilalihan PLTU akan menggunakan pendanaan murah dengan skema
Energy Transition Mechanism (ETM) yang disusun oleh Kementerian Keuangan. Skema ini merupakan pembiayaan campuran (
blended finance) yang melibatkan para investor. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .