KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini tersiar kabar bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) akan mendapatkan perpanjangan kontrak lebih cepat dari pemerintah, padahal kontrak PTFI baru akan selesai di 2041. Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan sejauh ini Perhapi belum mendapatkan informasi tentang perpanjangan izin operasi produksi khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia. “Namun Indonesia sebagai negara hukum harusnya tetap mengacu kepada aturan dan regulasi yang berlaku,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (5/10).
Baca Juga: Menteri ESDM: Cadangan Mineral Freeport Indonesia Setelah Tahun 2041 Masih Ekonomis Untuk Industri pertambangan mineral dan batubara (minerba), mengikuti ketentuan yang diatur oleh Undang Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan PP Nomor 96 tahun 2021. Sesuai dengan ketentuan UU dan PP tersebut, untuk pertambangan mineral logam dijamin memperoleh perpanjangan 2 kali, masing-masing 10 tahun setelah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan (Pasal 47). “Namun, untuk izin IUPK tidak disebutkan dalam UU tersebut ketentuannya harus bagaimana,” terang Rizal. Rizal menjelaskan, Freeport Indonesia merupakan salah satu tambang dengan metode penambangan bawah tanah (
underground mining) dengan sistem ambrukan (
block caving). Apa yg ditambang hari ini merupakan apa yang dibangun berupa infrastruktur pendukungnya sekitar 10 tahun hingga 20 tahunan yang lalu. Menurut Rizal, hal tersebut karena lamanya masa eksplorasi, studi metalurgi (
process plant), engineering dan
design, studi kelayakan dan lingkungan, masa konstruksi, pengembangan tambang bawah tanah (
development) dan masa peningkatan produksi (
ramp up) yang membutuhkan waktu lama. “Namun, mengingat bahwa PT Freeport Indonesia sudah merupakan salah anak usaha dari MIND ID (BUMN) dengan kepemilikan saham 51%, maka tentu saja perlakuannya akan disamakan dengan status BUMN, di mana pemerintah memiliki hak untuk menentukan masa depan perusahaan tambang tersebut,” kata Rizal. Khusus perpanjangan izin sejatinya sudah diamanahkan dalam UU Minerba No 3 tahun 2020 yang dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi. Melalui putusan itu, MK juga memperbaiki isi pasal 169A ayat 1 menjadi "Kontrak Karya (KK) dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 dapat diberikan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan:...". Namun, lanjut Rizal, keputusan MK tersebut tidak menyebutkan untuk perpanjangan izin pertambangan berupa IUPK seperti yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia. Berdasarkan PP No 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba pada Pasai 59, ayat (1) menyebutkan Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau Batubara diajukan kepada Menteri paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.
Baca Juga: Proyek Smelter Freeport Indonesia Bakal Molor, Ini Pemicunya “Mengingat ini merupakan perusahaan tambang milik BUMN, tentu urusan perpanjangan bukan merupakan hal yang krusial karena ada kepentingan pemerintah juga di dalamnya. Namun, tetap harus didasarkan kepada Undang Undang dan regulasi yang berlaku,” tergasnya. Menurut Rizal saat ini yang harus diperhatikan adalah kelanjutan kegiatan eksplorasi perusahaan agar dapat berlanjut terus untuk menemukan cadangan tambahan sehingga perusahaan dapat beroperasi secara berkelanjutan (
sustainable). Perusahaan harus menganggarkan dana untuk kegiatan eksplorasi agar dapat menambah neraca sumber daya dan cadangan. Termasuk pengembangan blok-blok baru untuk cadangan-cadangan yang ditemukan, sehingga pemanfaatan sumber daya mineral yang ada dapat dijaga secara berkesinambungan. Pengembangan tambang bisa berlangsung dalam waktu lama sehingga dapat ditingkatkan ke tahap operasi produksi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .