Soal Kasus KREN, Pengamat: Terdapat Irisan Bisnis yang Tebal Antara Asuransi dan MI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prahara yang dihadapi Group Kresna (KREN) seolah tiada hentinya. Mulai dari kasus asuransi jiwa, asset management, sekuritas bahkan terbaru sang empunya grup, Michael Steven kini menjadi tersangka.

Melihat polemik yang terjadi di Group Kresna ini, Pengamat Investasi Keuangan dan Asuransi Wahju Rohmanti menyatakan bahwa jika dilihat dari kacamata industri keuangan, terdapat irisan bisnis yang tebal antara asuransi dan industri investasi (Manajemen Investasi/MI).

“Dalam hal ini asuransi sebagai buy side, dengan MI dan sekuritas sebagai sell side. Sehingga sangat dimungkinkan risiko-risiko terkait fraud dan Good, Corporate dan Governance (GCG) saat pemasaran dan transaksi lain-lainnya,” ujarnya Kontan.co.id, Rabu (13/9).


Kedua, lanjut Wahju, tentang afiliasi, fakta di lapangan menunjukkan kebanyakan perusahaan asuransi memiliki anak usaha berupa MI dan sekuritas, sehingga faktor afiliasi ini berpengaruh terhadap subjektifitas keputusan korporat.

Baca Juga: Kasus Dugaan Penggelapan Kresna Life Menimbulkan 278 Korban & Kerugian Rp 431 Miliar

“Jika salah satu bermasalah pasti sedikit banyak ada pengaruhnya terhadap yang lain. Terlebih untuk grup Kresna Life yang subsidiary-nya juga sebagai emiten dan menjadi tujuan atau instrumen investasi Kresna Life,” ungkapnya.

Berdasarkan kabar yang beredar, Kresna Life tertimpa kasus suku bunga tetap (fixed rate) pada benefit asuransi, di produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) yang dimilikinya.

“Kenapa bisa kasih fixed rate karena diduga mereka investasi di saham-saham mereka sendiri dan saham-saham yang bisa diatur harganya. Lalu ketika sahamnya hancur, nilai investasi turun nasabah marah, mengklaim, dan Kresna Life enggak bisa bayar klaimnya,” terang dia.

Lebih lanjut, Wahju menambahkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) tentang kesehatan perusahaan asuransi, di mana di dalamnya mengatur batasan transaksi terafiliasi baik untuk transaksi maupun tujuan investasi.

“Sistemik atau tidak, tergantung dari apakah emiten-emiten grup tersebut menjadi market maker dan apakah kapitalisasinya cukup besar. Saya rasa tidak ya,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi