Soal kolom agama, Kemenag siapkan dasar hukum



JAKARTA. Persoalan penting tidaknya kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) masih menjadi perdebatan hangat di kalangan elit pemerintah dan masyarakat. Pasalnya, di Indonesia hanya ada enam agama yang diakui pemerintah, sementara dalam realitasnya ada warga negara  yang beragama di luar agama yang diakui pemerintah. Ambil contoh seperti agama Sunda Wiwitan dan Ahmadiyah .

Menjadawab hal itu, Menteri agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan institusinya tetap menilai keberadaan kolom agama dalam KTP harus tetap dipertahankan. Soalnya, identitas agama yang dianut setiap warga negara  Indonesia itu dijamin oleh Konstitusi dan dilindungi oleh negara.

Yang menjadi persoalannya, menurut Lukman adalah bagaimana mengisi kolom agama bagi mereka yang menganut agama di luar yang diakui pemerintah. Selama ini hanya agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu yang diakui pemerintah. "Nah bagi warga yang menganut agama di luar yang enam itu, Kementerian Agama sedang mempersiapkan perlindungan hukumnya," ujar Lukman di Istana Negara, Jumat (7/11).


Nantinya dalam RUU Perlindungan Tentang Umat Beragama ini akan dimatangkan dasar hukum pengisian kolom agama bagi masyarakat yang menganut agama di luar enam agama yang diakui pemerintah. Sehingga, pengisian kolom agama ini memiliki legalitas secara hukum. Namun kalau saat ini, lanjut Lukman, menyerahkan semuanya kepada masing-masing warga apakah mengisi kolom agama bagi mereka yang tidak menganut ke-6 agama resmi atau tidak.

"Berpulang kepada mereka. Bagaimana mengisi kolom agama itu. Dari Kementerian Agama, saya tegaskan, kolom agama itu tidak boleh dihilangkan. Itu tetap penting. Tapi mengisinya bagaimana, semuanya terpulang kepada warga negara," terangnya.

Namun, Lukman menegaskan, konstitusi menjamin kebebasan beragama kepada setiap warga negara. Sehingga tidak ada yang perlu di khawatirkan soal kolom agama di KTP. 

Nantinya setelah RUU Perlindungan tentang umat beragama ini disiapkan dan dibahas bersama DPR dan menjadi Undang-Undang. Maka pemerintah tinggal menjalankan amanat UU.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan