KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah merilis neraca komoditas pada bulan Februari lalu. Neraca komoditas ini menjadi dasar kebijakan pemerintah dalam menentukan kuota ekspor maupun impor komoditas sesuai kebutuhan masyarakat dan industri di dalam negeri. Dalam neraca komoditas tahap I, pemerintah telah memasukkan lima komoditas. Masing-masing adalah beras, gula, daging sapi, garam, dan perikanan. Neraca komoditas itu menetapkan jumlah suplai dan permintaan dalam negeri, sehingga kekurangannya bisa ditutup dari impor. Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana mengatakan, adanya neraca komoditas ini ditujukan untuk memastikan ketersediaan barang keperluan bahan pokok dan industri hilir secara nasional.
Menurutnya dengan neraca komoditas diharapkan antara suplai dan demand dapat berimbang. Sehingga mengatasi over dan short ketersediaan kebutuhan. "Setahu saya saat ini baru 5 komoditas yang diujicobakan, masih jauh dari target. Bagi pengusaha, hal ini sangat penting untuk kemudahan persetujuan ekspor atau impor," kata Danang kepada Kontan.co.id, Senin (6/3).
Baca Juga: Bapanas: Harga Bahan Pangan Cukup Terkendali Menurutnya, neraca komoditas dapat optimal dilakukan dengan data yang jujur dari para pengusaha dengan komparasi data Badan Pusat Statistik (BPS). Persoalan tersebutlah yang menjadi tantangan terbesar neraca komoditas. "Tantangan terbesar neraca komoditas, yaitu menggalang akurasi data actual dan forecast masa depan," imbuhnya. Danang menjelaskan terdapat tiga hal penting yang harus dioptimalkan dalam penyusunan neraca komoditas. Pertama, meningkatkan keyakinan para pengusaha yang saat ini belum sepenuh hati memberikan datanya lantaran masih adanya kekhwatiran dari pengusaha. "Mungkin ini terkait kekhawatiran confidentialitas atau transparansi perencanaan kebutuhan dimasa mendatang. Siapa yang bisa jamin data-data itu tidak bocor ke publik atau kompetitor," kata Danang. Ia menegaskan, hal tersebut seharusnya dijamin oleh pemerintah atau Lembaga National Single Window (LNSW) sebagai penyimpan bank data. "Kalau data-data komoditas pertanian perkebunan dan perikanan, mungkin BPS bisa memenuhi, meskipun akurasinya sering dipertanyakan. Tetapi BPS tidak bisa menjangkau data internal perusahaan," ujarnya. Kedua, pemerintah harus mampu menyeimbangkan kompetisi yang saat ini masih kurang berimbang antara sektor perdagangan dengan sektor perindustrian. Menurutnya masih sering tidak ada kesetimbangan "level of playing field" antara industri produsen dengan sektor perdagangan barang impor. Misalnya di sektor tekstil dan garmen, sektor elektronik household, keramik, bahan bangunan, dan lainnya. Ketiga, memberikan kemudahan dalam pengisian data neraca komoditas secara self assessment. Hal ini penting, lantaran pemerintah juga perlu memverifikasi akurasi data supaya tidak terjadi kesalahan. "Verifikasi semacam ini juga dilakukan oleh kemenperin dalam bentuk verifikasi kemampuan industri," kata Danang. Apabila pemerintah mampu meyakinkan untuk melindungi sektor industri, Danang meyakini, neraca komoditas akan sangat bermanfaat untuk memastikan layanan pemerintah dalam hal ini kementerian perdagangan dalam memproduksi persetujuan ekspor impor. Selain itu juga mengurangi potensi perilaku pungli atau suap dalam hal permohonan persetujuan ekspor ataupun impor.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, untuk tambahan komoditas lainnya dalam neraca komoditas akan sedang dalam proses. "(tambahan) ini akan diatur dalam PP Nomor 28/2022 yang akan direvisi. Revisi PP 28 saya tadi pagi bahas itu," kata Agus ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Senin (6/3).
Baca Juga: Pastikan Stok Aman, Pemerintah Lepas 175 Ton Bawang Merah ke Pasar Induk Kramat Jati Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat