Soal patokan dana bagi hasil migas, IPA keberatan



JAKARTA. Indonesian Petroleum Association (IPA) menilai pembagian bagi hasil kontrak migas berdasarkan luas lapangan eksplorasi tidak bisa menjadi patokan. Sebab, Wakil Presiden IPA Sammy Hamzah menilai, setiap lapangan migas memiliki tingkat kesulitan eksplorasi yang berbeda-beda.Yang pasti, Sammy menilai, langkah pemerintah membuat porsi bagi hasil migas menjadi fleksibel sudah tepat. Dia berharap, pembagian porsi bagi hasil ini juga memperhatikan tingkat kesulitan di lapangan.Sammy mencontohkan, misal dengan luas lapangaan besar dan tingkat kesulitan tinggi bisa mengambil pola yang lama yaitu 85% dan 15%. Kemudian jika lapangan migas besar dan tingkat kesulitan rendah bisa menggunakan pola bagi hasil 90% dan 10%.Menurut Sammy, pemerintah juga harus memberikan insentif tambahan bagi kontraktor migas untuk mendorong investasi. Dia berharap ada insentif berupa investment credit, keringanan pajak, dan sebagainya. Asal tahu saja, pemerintah berniat mengubah porsi bagi hasil dana migas lewat revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini mengatakan, porsi bagi hasil migas bisa mencapai 90% bagi pemerintah dan 10% bagi kontraktor. Menurutnya, pembagian dana bagi hasil ini berdasarkan luas lapangan eksplorasi. Untuk lapangan eksplorasi yang besar, dia bilang bisa 90% untuk pemerintah dan sisanya kontraktor.Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto juga sependapat dengan IPA. Dia menilai, pemerintah harus mempertimbangkan tingkatkan kesulitan dan lokasi lapangan migas sebelum menentukan porsi bagi hasil. "Jika tingkat kesulitannya cukup tinggi seharusnya porsi kontraktor bisa lebih besar," ujarnya.Menurut Dito, juga perlu adanya insentitf baru kepada para kontraktor setelah keluarnya kebijakan baru tentang bagi hasil. Intensif baru bisa dalam bentuk investment credit serta keringanan pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can