KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi mengirimkan surat presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) pada akhir September 2021. Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, pembahasan RUU IKN sudah disepakati dibahas dalam panitia khusus (Pansus) DPR. Dimulainya pembahasan RUU IKN masih menunggu pengesahan pansus tersebut. Pansus nantinya akan diisi oleh anggota DPR minimal dari Komisi II DPR, Komisi V DPR, dan Komisi XI DPR.
“Kita tunggu pengesahan pansus yang anggotanya kali ini 56 orang,” ujar Hendrawan kepada Kontan.co.id, Minggu (7/11). Hendrawan mengatakan, rancangan anggaran pemindahan IKN harus adaptif dengan perkembangan yang terjadi.
Baca Juga: Jokowi sebut pembangunan ibu kota negara butuh US$ 35 miliar Terkait anggaran pemindahan IKN yang kemungkinan bertambah dari yang pernah disampaikan Bappenas pada 2019, Hendrawan menilai hal itu bisa saja terjadi karena yang disampaikan pada 2019 juga merupakan perkiraan awal yang berarti terdapat rentang (interval estimation) anggaran. Lebih lanjut, terkait anggaran, Hendrawan mengatakan, DPR mendorong sumber anggaran IKN lebih besar berasal dari skema KPBU dan/atau swasta. Ia meyakini, setelah RUU IKN disahkan menjadi UU IKN, industri berlomba masuk berpartisipasi dalam pembangunan IKN. Misalnya industri real estate, perhotelan, jasa-jasa penunjang dan lainnya. “Yang jelas dalam RUU disebut target pindah itu semester I-2024,” ucap Hendrawan. Dihubungi secara terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, berdasarkan paparan Bappenas mengenai pemindahan IKN pada tahun 2019, proyek pemindahan IKN memang akan menggantungkan sumber pembiayaan pembangunannya melalui KPBU bekerja sama dengan swasta. Baik itu BUMN dan juga murni swasta. Porsi APBN relatif kecil dalam proyek IKN. “Langkah ini sudah sesuai, mengingat kita tahu bahwa ruang APBN relatif terbatas,” ucap Yusuf. Hanya saja, lanjut Yusuf, jika belajar dari pengalaman pembangunan infrastruktur pemerintah 5 tahun kebelakang, skema KPBU kurang diminati terutama oleh swasta.
Bahkan beberapa pembangunan infrastruktur harus diambil alih oleh BUMN karya karena tidak bisa dilanjutkan lagi oleh swasta. Kondisi ini bukan tanpa konsekuensi, BUMN karya juga kesulitan mendapatkan sumber pembiayaan sehingga mendorong mencari sumber pembiayaan dari luar melalui utang. Yusuf mengingatkan, pembangunan IKN jangan sampai memperbesar risiko utang BUMN karya. Sebab, seperti diketahui beberapa BUMN karya juga sedang menanggung beragam proyek infrastruktur lainnya seperti proyek strategis nasional (PSN). “Pemerintah juga bisa mendorong peran Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk pembangunan IKN. Apalagi LPI ini merupakan kendaraan investasi baru yang cukup menjanjikan, jika dalam safari ke beberapa negara ada calon investor yang bisa ditindaklanjuti tentu ini menjadi sesuatu yang bagus untuk mencari sumber pembiayaan untuk IKN ini,” jelas Yusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi