Soal pemindahan ibukota, Jaringan Advokasi Tambang angkat bicara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai keputusan Presiden Joko Widodo untuk memindahkan Ibukota negara ke Kalimantan Timur dinilai terburu-buru dan terkesan hanya mengejar proyek bernilai ratusan triliun rupiah yang menguntungkan segelintir penguasa lahan.

Koordinator Jatam Nasional, Merah Johansyah menilai rencana pemindahan ibukota tidak diikuti dengan publikasi kajian ilmiah yang mendukung. "Kami juga mempertanyakan dasar keputusan pemindahan yang tak dilakukan melalui jajak pendapat, tidak ditanyakan dulu kepada warga," ucap Johansyah dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/8).

Baca Juga: Ibu kota negara pindah ke Kalimantan Timur, emiten ini dapat untung


Jatam memperkirakan pemindahan ibukota hanya akan menguntungkan pemilik konsesi pertambangan batu bara dan penguasa lahan skala besar di Kalimantan Timur.

Menurut data Jatam Kalimantan Timur, terdapat 1.190 IUP di Kalimantan Timur dan 625 izin di Kabupaten Kutai Kartanegara. Hanya di Kecamatan Samboja saja terdapat 90 Izin pertambangan, di Bukit Soeharto pun terdapat 44 Izin tambang.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati bilang, pemindahan Ibu kota akan merampas ruang hidup masyarakat pesisir yang memiliki ketergantungan terhadap sumber daya kelautan dan perikanan di Teluk Balikpapan.

Baca Juga: Ibu kota pindah ke Kaltim, PP Properti (PPRO) punya lahan potensial 500 hektar

Pasalnya, Kalimantan Timur belum memiliki perda zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengesahan Perda selanjutnya, akan menyesuaikan dengan kepentingan pembangunan ibu kota baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi