Soal Pencabutan Izin Usaha Tambang, Perkebunan dan Kehutanan, Jokowi Dapat Dukungan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) 2.078 perusahaan tambang mineral dan batubara. Bukan itu saja, Jokowi juga mencabut 192 izin kehutanan seluas 3.126.439 hektare dan hak guna usaha (HGU) perkebunan seluas 34.448 hektare.

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengapresiasi langkah yang dilakukan pemerintah tersebut, karena menjadi bentuk konkret pembenahan tata kelola perizinan yang dilakukan pemerintah. Perusahaan yang izinnya dicabut harus segera melaksanakan kewajiban-kewajiban yang masih ada agar pemerintah dapat segera melakukan pembenahan.

Raynaldo G. Sembiring, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyampaikan, pencabutan izin tetap harus memperhatikan tanggungjawab hukum lainnya yang harus dipenuhi korporasi. Terutama bagi korporasi yang pernah dilakukan penegakan hukum.


Mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, terdapat beberapa korporasi yang pernah dijatuhkan sanksi maupun digugat pemerintah, bahkan sudah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Baca Juga: Kementerian ESDM Cabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan Minerba

“Korporasi-korporasi yang telah diputus bersalah oleh pengadilan yang izinnya dicabut, harus tetap dimintakan pertanggungjawaban hukumnya untuk membayar ganti rugi, pemulihan lingkungan dan tindakan lainnya. Agenda untuk meminta pertanggungjawaban hukum tersebut penting menjadi agenda tindak lanjut pasca pencabut izin," tegas Raynaldo dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Jumat (7/1).

Raynaldo menambahkan, korporasi yang masuk daftar evaluasi, harus terus dipantau dengan menambahkan indikator pelanggaran ketentuan lingkungan hidup dan HAM. "Tentunya ini untuk semua sektor termasuk pertambangan dan perkebunan. Karena hal ini sejalan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan," imbuhnya.

Adrianus Eryan, Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL menambahkan, apabila tidak diputus melalui putusan pengadilan, bagi perusahaan yang menelantarkan lahannya, pemulihan lingkungan menjadi penting untuk dilakukan terutama pada wilayah hutan yang telah dicabut izinnya.

Penghijauan kembali, terutama di kawasan hutan yang sudah tidak dibebani hak karena izin-izinnya telah dicabut, juga dapat segera dilakukan sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

“Sedangkan terhadap izin-izin korporasi yang tidak ada tanggung jawab hukum lainnya, seperti pemulihan, sebaiknya diutamakan untuk diberikan kepada masyarakat untuk dikelola secara lestari. Tentunya hal ini sejalan juga dengan agenda Pemerintah," kata Adrianus.

ICEL juga berpandangan, pemerintah harus memberikan disinsentif terhadap korporasi yang telah dicabut izinnya dengan menolak atau setidak-tidaknya menunda dengan melakukan telaah secara ketat, jika dikemudian hari ingin mengajukan izin baru di lokasi lainnya.

Demi menguatkan komitmen Indonesia dalam melaksanakan perlindungan lingkungan serta pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan, ICEL memberi tiga rekomendasi.

Pertama, pemenuhan kewajiban yang masih ada, termasuk eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bagi perusahaan-perusahaan yang izinnya telah dicabut. Kedua, pelaksanaan pemulihan lingkungan terutama pada wilayah hutan yang mengalami pencemaran atau kerusakan.

Ketiga, menggiatkan pelaksanaan evaluasi perizinan yang serupa terhadap perusahaan berbasis lahan lainnya demi memastikan pengelolaan yang berkelanjutan.

Baca Juga: PUSHEP Apresiasi Keputusan Jokowi Cabut Izin Perusahaan Tambang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat