Soal perlakuan sawit, Indonesia pasang taktik untuk adu kuat lawan UE



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah kunjungan ke Brussel, Indonesia semakin memantapkan langkah melawan Uni Eropa. UE sendiri bergeming atas ancaman Indonesia sebelumnya terkait implementasi regulasi atau delegated act untuk kesepakatan Renewable Energy Directive (RED) II.

Tidak mundur, UE malah menegaskan akan menerapkan kebijakan RED II. Bahkan sebelum kunjungan Indonesia ke Brussel pun UE ikut menantang Indonesia untuk menyelesaikan masalah tersebut di organisasi perdagangan dunia (WTO).

Usai aksi saling ancam, Indonesia akan bersiap berhadapan langsung dengan UE. Indonesia akan menempuh jalur hukum melalui sejumlah jalan untuk melawan diskriminasi UE atas sawit dalam RED II.


Hingga saat ini pemerintah masih menyusun amunisi dalam pertempuran di WTO. Meski gugatan belum dimasukkan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Oke Nurwan bilang hal itu masih terus diproses.

"Gugatan belum masuk karena masih mau menetapkan lawfirm-nya," ujar Oke saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/4).

Pertempuran langsung melalui WTO bukanlah perkara mudah. Selain terdapat rangkaian proses yang panjang, gugatan tersebut pun akan membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Tidak hanya dari sisi pemerintah, pengusaha pun didorong untuk menyerang dari sisi lain. Serangan dilakukan secara bersamaan sehingga akan menambah kekuatan.

Saat ini pengusaha sedang berdiskusi mengenai gugatan melalui pengadilan Eropa. Para pengusaha Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) juga sedang menunggu hasil kajian pengacara terkait peluang untuk memenangkan gugatan tersebut.

"Kami sedang berkonsultasi dengan pengacara dalam negeri dan luar negeri untuk melakukan kajian berbagai peluang untuk menang," terang Ketua Umum Aprobi, MP Tumanggor.

Selain persiapan melakukan gugatan, pengusaha juga meminta langkah pasti dari pemerintah. Langkah tersebut dengan menambah produksi dalam negeri melalui program biodisel 30% (B30).

Penerapan B30 akan menambah konsumsi dalam negeri hingga 3,5 juta kilo liter (kl) per tahun. Angka tersebut akan membuat penggunaan minyak sawit untuk bahan bakar minyak (BBM) menjadi 10 juta kl per tahun.

"Adanya penambahan konsumsi dalam negeri maka kita tidak perlu terlalu khawatir terhadap pembatasan Impor yang dilakukan UE," jelas Tumanggor.

Indonesia juga perlu menjalin hubungan dengan China untuk menjadi pasar ekspor biodisel. Pasar China masih bisa ditingkatkan untuk menyerap ekspor Indonesia.

Selain langkah hukum, Indonesia juga menyiapkan serangan belasan langsung dengan ikut membatasi impor produk UE. Namun, hingga saat ini produk yang akan dibatasi masih dalam kajian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi