KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Eramet Indonesia Mining mengungkap target awal dari kerjasamanya dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) terkait pengembangan potensi mineral kritis di Indonesia, khususnya lithium. Sebelumnya, Kepala PSDMBP Agung Pribadi dalam keterangannya yang dikutip, Selasa (05/11) mengatakan bahwa mineral kritis, seperti nikel, kobalt, dan lithium, menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan teknologi masa depan, terutama untuk baterai kendaraan listrik. "Dengan adanya studi yang komprehensif, diharapkan dapat ditemukan cadangan mineral kritis baru yang lebih besar dan bernilai ekonomis tinggi," ujar Agung. Baca Juga: Kementerian ESDM Gandeng Eramet Studi dan Eksplorasi Mineral Kritis Khusus lithium, dengan Eramet saat ini ESDM tengah fokus pada kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang telah dimulai studi eksplorasinya sejak 21 Oktober 2024. Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari studi lithium brine yang diinisiasi pada 2023 di wilayah Bleduk Kuwu dan sekitarnya. Presiden Direktur Eramet Indonesia, Jérôme Baudelet mengatakan saat ini perjanjian masih terhitung baru. Adapun untuk tahap awal pihaknya akan fokus untuk mendapatkan sampel lithium brine atau endapan air tanah asin (air garam) yang mengandung litium terlarut. "Jadi untuk lithium, menurut saya perjanjiannya baru ditandatangani, tapi pada dasarnya yang kita perlukan adalah mendapatkan sampelnya, jadi kita akan lakukan analisis air garam," ungkap Jérôme dalam acara diskusi media, di Jakarta, Selasa (05/11). Jerome menambahkan, lithium brine adalah bahan mentah yang diperlukan untuk memproduksi litium karbonat. Dimana, litium karbonat ini akan diolah menjadi bahan baku utama untuk membuat baterai litium dalam industri baterai kendaraan listrik. Melalui tahap awal ini, pihaknya telah mendapatkan sampel dari beberapa area di sekitar Grobogan dengan cara lakukan pengeboran. Kemudian akan diukur seberapa tinggi konsentrasi lithium brine dari masing-masing area tersebut. "Karena mungkin ada beberapa residu yang pada dasarnya perlu dihilangkan saat melakukan pemrosesan lithium," ungkapnya. Adapun, dalam penelitian tersebut, PSDMBP menggunakan metode seperti gravity, ground magnetic, dan magnetotelluric. Sedangkan Eramet akan menerapkan teknik seperti geolistrik, self-potential, dan passive seismic. Baca Juga: Implementasi ESG Dinilai Bisa Hapus Kampanye Negatif Dirty Nickel Indonesia
Soal Potensi Lithium di Jateng, Eramet Ungkap Target Awal dari Kerjasama dengan ESDM
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Eramet Indonesia Mining mengungkap target awal dari kerjasamanya dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) terkait pengembangan potensi mineral kritis di Indonesia, khususnya lithium. Sebelumnya, Kepala PSDMBP Agung Pribadi dalam keterangannya yang dikutip, Selasa (05/11) mengatakan bahwa mineral kritis, seperti nikel, kobalt, dan lithium, menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan teknologi masa depan, terutama untuk baterai kendaraan listrik. "Dengan adanya studi yang komprehensif, diharapkan dapat ditemukan cadangan mineral kritis baru yang lebih besar dan bernilai ekonomis tinggi," ujar Agung. Baca Juga: Kementerian ESDM Gandeng Eramet Studi dan Eksplorasi Mineral Kritis Khusus lithium, dengan Eramet saat ini ESDM tengah fokus pada kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang telah dimulai studi eksplorasinya sejak 21 Oktober 2024. Penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari studi lithium brine yang diinisiasi pada 2023 di wilayah Bleduk Kuwu dan sekitarnya. Presiden Direktur Eramet Indonesia, Jérôme Baudelet mengatakan saat ini perjanjian masih terhitung baru. Adapun untuk tahap awal pihaknya akan fokus untuk mendapatkan sampel lithium brine atau endapan air tanah asin (air garam) yang mengandung litium terlarut. "Jadi untuk lithium, menurut saya perjanjiannya baru ditandatangani, tapi pada dasarnya yang kita perlukan adalah mendapatkan sampelnya, jadi kita akan lakukan analisis air garam," ungkap Jérôme dalam acara diskusi media, di Jakarta, Selasa (05/11). Jerome menambahkan, lithium brine adalah bahan mentah yang diperlukan untuk memproduksi litium karbonat. Dimana, litium karbonat ini akan diolah menjadi bahan baku utama untuk membuat baterai litium dalam industri baterai kendaraan listrik. Melalui tahap awal ini, pihaknya telah mendapatkan sampel dari beberapa area di sekitar Grobogan dengan cara lakukan pengeboran. Kemudian akan diukur seberapa tinggi konsentrasi lithium brine dari masing-masing area tersebut. "Karena mungkin ada beberapa residu yang pada dasarnya perlu dihilangkan saat melakukan pemrosesan lithium," ungkapnya. Adapun, dalam penelitian tersebut, PSDMBP menggunakan metode seperti gravity, ground magnetic, dan magnetotelluric. Sedangkan Eramet akan menerapkan teknik seperti geolistrik, self-potential, dan passive seismic. Baca Juga: Implementasi ESG Dinilai Bisa Hapus Kampanye Negatif Dirty Nickel Indonesia