Soal PPN sembako, pengamat: Pemerintah jangan buru-buru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana meningkatkan rasio perpajakan dengan memperluas obyek pajak. Salah satunya, dengan melakukan reformasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebutuhan pokok atau lebih dikenal dengan sembako bisa dimasukkan dalam kategori barang yang kena PPN ini.

Pasalnya, dalam draf Revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), pemerintah menghapus produk sembako, dari daftar yang dikecualikan. 

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyarankan pemerintah harus berhati-hati dan tak terburu-buru dalam menyusun reformasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 


Baca Juga: Ini 4 jenis pajak yang catat pertumbuhan positif hingga Mei 2021

“Catatan saya, kesiapan administrasi menjadi pekerjaan rumah besar. Pemerintah perlu berhati-hati dalam mengimplementasikannya, tak boleh terburu-buru,” ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (23/6). 

Fajry kemudian memberi saran, untuk sembako kelas menengah-bawah sebaiknya jangan diberi PPN. 

Artinya, masyarakat kelas menengah-bawah yang menkonsumsi sembako tetap tidak akan dikenakan PPN. Jadi, ia hanya menjadi obyek PPN saja, tetapi konsumen tidak perlu membayar PPN. 

Baca Juga: Ada wacana tarif parkir Rp 60.000 per jam di DKI Jakarta, kapan mulai berlaku?

Sementara itu, untuk sembako kelas menengah-atas, Fajry menyarankan ini bisa dikenakan tarif reduce rate. Alias, tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan tarif normal dahulu. 

Namun, ia tidak memberi usulan tarifnya. Ia pun menyerahkan urusan besaran tarif tersebut kepada pemerintah. “Besaran tarif biarlah pemerintah yang kalkulasikan,” tandasnya. 

Selanjutnya: Kredit kendaraan bermotor Bank Mandiri terdongkrak insentif PPnBM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi