JAKARTA. Leo Sutanto pemilik PT Sinemart Indonesia melayangkan perlawanan (verzet) atas putusan verstek perkara dengan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kuasa hukum Leo, Harry Pontoh mengatakan alasan pengajuan verzet itu lantaran pihkanya menilai, putusan pengadilan pada 16 Maret 2017 lalu itu aneh. Sebab, alamat yang ditujukan dalam relas panggilan pengadilan itu di Kebayoran Lama yang merupakan alamat kantor lama Sinemart. "Itu adalah kantor lama Sinemart, padahal sudah belasan tahun kami sudah pindah ke kantor baru kami di Kedoya," ungkap Harry kepada KONTAN, Minggu (21/5). Bahkan, lanjutnya, pihak RCTI juga sudah mengetahui hal tersebut lantara, di setiap perjanjian dengan RCTI alamat korespeodensi yang digunakan adalah alamat di Kedoya, Jakarta Barat. "Sudah jelas, alamat korespodensi kami di Kedoya, lalu kenapa ditujukan ke alamat di Keboyaran padahal mereka tahu itu adalah gudang kosong," terangnya. Sehingga, wajar saja baik Sinemart dan Leo tidak mengetahui atas gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan RCTI itu. Harry juga menilai, meski putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap alias incraht, pihaknya masih beranggapan upaya hukum itu masih terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Upaya hukum itu terbuka, karena ini betul-betul gugatan yang aneh, penggugat secara sengaja mengajukan gugatan dengan cara pihak tergugat tidak diberitahu," tambah Harry. Sekadar tahu saja, perkara dengan Sinemart (tergugat I) dan Leo sutanto (tergugat II) diajukan RCTI pada 6 januari 2017 dan telah diputus secara verstek 16 Maret 2017. Artinya, saat itu majelis hakim memutus perkara ini meski para tergugat tidak pernah hadir selama persidangan. Harry juga menyampaikan, baik Sinemart dan Leo tidak pernah ada perjanjian tertulis terkait hak eksklusifitas dengan RCTI. Menurutnya, RCTI hanya mendalilkan perjanjian yang diperkarakan ini adalah perjanjian secara lisan pada 2003. Padahal, sejak awal berdirinya Sinemart (2003-2007) perusahaan sudah memasok tayangan ke SCTV. "Lalu dimana ekskluifnya?," kata dia. Memang diakui, lantaran memproduksi sinetron ke RCTI, pihak Sinemart tidak lagi memasok tayangan ke SCTV dengan alasan sumber daya yang kurang. Apalagi, terkait penjualan saham Sinemart dengan PT Indonesia Entertainment Group yang dulu bernama Elang Pertama Cakrawala, Harry bilang itu adalah hak setiap perusahaan. Adapun perlawanan itu telah ia lakukan bulan lalu dan sidang pertamanya pun akan digelar pada 24 Mei nanti. Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum RCTI Andi Simangunsong masih meyakini putusan pengadilan itu sudah incraht. "Seharusnya sudah tidak ada upaya hukum, tapi perlawanan akan kami hadapi," ucapnya singkat kepada KONTAN. Dalam perlawanannya, kubu Leo meminta pembatalan putusan pengadilan. Yangmana, dalam putusan, Sinemart dan Leo dinyatakan terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membayar ganti rugi sebesar Rp 2,64 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Soal RCTI, Leo Sutanto ajukan verzet
JAKARTA. Leo Sutanto pemilik PT Sinemart Indonesia melayangkan perlawanan (verzet) atas putusan verstek perkara dengan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kuasa hukum Leo, Harry Pontoh mengatakan alasan pengajuan verzet itu lantaran pihkanya menilai, putusan pengadilan pada 16 Maret 2017 lalu itu aneh. Sebab, alamat yang ditujukan dalam relas panggilan pengadilan itu di Kebayoran Lama yang merupakan alamat kantor lama Sinemart. "Itu adalah kantor lama Sinemart, padahal sudah belasan tahun kami sudah pindah ke kantor baru kami di Kedoya," ungkap Harry kepada KONTAN, Minggu (21/5). Bahkan, lanjutnya, pihak RCTI juga sudah mengetahui hal tersebut lantara, di setiap perjanjian dengan RCTI alamat korespeodensi yang digunakan adalah alamat di Kedoya, Jakarta Barat. "Sudah jelas, alamat korespodensi kami di Kedoya, lalu kenapa ditujukan ke alamat di Keboyaran padahal mereka tahu itu adalah gudang kosong," terangnya. Sehingga, wajar saja baik Sinemart dan Leo tidak mengetahui atas gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan RCTI itu. Harry juga menilai, meski putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap alias incraht, pihaknya masih beranggapan upaya hukum itu masih terbuka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Upaya hukum itu terbuka, karena ini betul-betul gugatan yang aneh, penggugat secara sengaja mengajukan gugatan dengan cara pihak tergugat tidak diberitahu," tambah Harry. Sekadar tahu saja, perkara dengan Sinemart (tergugat I) dan Leo sutanto (tergugat II) diajukan RCTI pada 6 januari 2017 dan telah diputus secara verstek 16 Maret 2017. Artinya, saat itu majelis hakim memutus perkara ini meski para tergugat tidak pernah hadir selama persidangan. Harry juga menyampaikan, baik Sinemart dan Leo tidak pernah ada perjanjian tertulis terkait hak eksklusifitas dengan RCTI. Menurutnya, RCTI hanya mendalilkan perjanjian yang diperkarakan ini adalah perjanjian secara lisan pada 2003. Padahal, sejak awal berdirinya Sinemart (2003-2007) perusahaan sudah memasok tayangan ke SCTV. "Lalu dimana ekskluifnya?," kata dia. Memang diakui, lantaran memproduksi sinetron ke RCTI, pihak Sinemart tidak lagi memasok tayangan ke SCTV dengan alasan sumber daya yang kurang. Apalagi, terkait penjualan saham Sinemart dengan PT Indonesia Entertainment Group yang dulu bernama Elang Pertama Cakrawala, Harry bilang itu adalah hak setiap perusahaan. Adapun perlawanan itu telah ia lakukan bulan lalu dan sidang pertamanya pun akan digelar pada 24 Mei nanti. Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum RCTI Andi Simangunsong masih meyakini putusan pengadilan itu sudah incraht. "Seharusnya sudah tidak ada upaya hukum, tapi perlawanan akan kami hadapi," ucapnya singkat kepada KONTAN. Dalam perlawanannya, kubu Leo meminta pembatalan putusan pengadilan. Yangmana, dalam putusan, Sinemart dan Leo dinyatakan terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membayar ganti rugi sebesar Rp 2,64 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News