Soal Rencana Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%, Ini Kata Pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah nampaknya tidak akan menunda rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan menaikkan PPN salah satu tujuannya untuk mengerek pendapatan negara dari pajak.

Saat ditanya terkait apakah ada ruang pemerintah untuk mengkaji penerapan PPN 12%, Airlangga menyebut, “Tentu targetnya adalah kenaikan pendapatan dari perpajakan,” ungkapnya kepada awak media usai menghadiri Seminar ekonomi yang diselenggarakan di Kolese Kanisius, Jakarta, Sabtu (11/5).


Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menyampaikan, terkait rencana tarif PPN yang naik menjadi 12% di tahun pajak 2025 sesuai UU PPN (Pajak pertambahan nilai) versi revisi di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Baca Juga: Penerapan PPN 12% di 2025 Akan Dikaji Ulang? Ini Kata Airlangga

Ia menilai, kenaikan tarif PPN tersebut juga menjadi satu terobosan untuk menggeser porsi penerimaan pajak dari PPh (Pajak Penghasilan) ke PPN. 

"Faktor yang mendasarinya adalah karena kesederhanaan di perhitungan pajak dan upaya minimalisasi aggressive tax avoidance yang ada di PPh," kata Prianto kepada Kontan, Minggu (12/5).

Prianto juga merinci, pilihan kebijakan pajak berupa tarif PPN 12% itu sudah ada di Pasal 7 UU PPN sesuai hasil revisi UU HPP. 

"Jadi, dengan pertimbangan sederhana pemerintah tinggal menunggu tahun 2025 datang, secara otomatis tarif PPN akan berubah menjadi 12%," jelasnya.

Prianto mengungkapkan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 merupakan rancangan APBN untuk tahun pertama pemerintahan baru yang notabene menargetkan tax ratio meningkat menjadi 23% dalam kurun waktu 5 tahun pemerintahan baru tersebut.

"Jika target tersebut dianggap rasional bagi pemerintahan baru, tidak perlu ada perubahan tarif 12% sesuai UU PPN terbaru," ungkapnya.

Untuk itu, pemerintah baru harus tetap mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan antar daerah.

"Dengan demikian, pelemahan daya beli masyarakat yang terjadi saat ini tidak berlangsung lama," tuturnya.

Di samping meningkatkan penerimaan pajak dari PPN, Airlangga bilang penerimaan pajak juga bisa ditingkatkan melalui sistem core tax administration system (CTAS), yang bakal menggantikan sistem lama yakni Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP). Airlangga berharap penerapannya bisa maksimal.

Menyoroti hal ini, Prianto menerangkan implementasi CTAS bertujuan untuk dua hal. Pertama, Direktorat Jenderal Pajak berupaya untuk memberi kemudahan di dalam pelayanan kepada Wajib Pajak karena basisnya sudah digital tax administration. 

Baca Juga: Melirik Potensi Penerimaan Pajak dari Sektor Informal

Kedua, CTAS akan mempermudah pengawasan kepatuhan pajak berdasarkan pendekatan data matching.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, secara hukum, pemerintah bisa menaikkan tarif PPN menjadi 12% sebelum awal 2025.

Ia menuturkan, jika pemerintah jadi menaikkan tarif PPN menjadi 12%, maka perlu langkah antisipasi. 

"Selain bagi masyarakat perlu juga antisipasi dampak kebijakan terhadap dunia usaha. Bagi sektor tertentu, yang memiliki margin usaha kecil kurang lebih 1%, menurut saya perlu ada solusi administrasi," ujar Fajry kepada Kontan, Minggu (12/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi