Soal RPP perizinan berusaha di daerah, ini kata KPPOD



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah proses menyusun aturan turunan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu yang tengah disusun adalah RPP tentang penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah (RPP PPBD).

Seperti diketahui, salah satu pasal dalam draf RPP PPBD yakni pasal 56 menyebut bahwa Perda dan Perkada untuk penyelenggaraan perizinan berusaha dan pelaksanaan pemerintahan daerah dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, asas materi muatan peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan.

Untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, Pemerintah Daerah dalam penyusunan rancangan Perda dan rancangan Perkada berkoordinasi dengan kementerian yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan melibatkan ahli dan/atau instansi vertikal di daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.


Koordinasi sebagaimana dimaksud dilakukan oleh sekretaris daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota melalui perangkat daerah yang membidangi hukum kepada Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya.

Baca Juga: CORE sebut RPP perizinan usaha daerah bisa hilangkan aturan menghambat, tapi...

Peneliti Senior Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Arman Suparman mengatakan, koordinasi Pemerintah Daerah (Pemda) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam penyusunan rancangan peraturan daerah (ranperda) sebenarnya bukan hal baru.

Hal ini menjadi bagian dari executive review dan pengawasan preventif pusat terhadap kebijakan daerah khususnya perda.

“UU Cipta Kerja dan RPP PPBD menegaskan proses itu kembali,” kata Arman kepada Kontan.co.id, Senin (1/2).

Hanya saja, lanjut Arman, perlu ditekankan sejumlah hal. Pertama, Kemendagri harus punya review tools atau metode review yang akuntabel sehingga bisa menjadi pedoman bagi pemda dalam penyusunan perda.

Kedua, dukungan SDM di pusat juga mesti diperkuat, terutama tenaga – tenaga reviewer yang memiliki keahlian lintas disiplin ilmu/pengalaman terkait substansi yang diatur dalam setiap ranperda.

Sementara itu, menurut Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bidang Keuangan dan Perbankan, Ajib hamdani, adanya koordinasi dalam penyusunan perda tersebut positif untuk membuat desain aturannya sejalan dengan komitmen pemerintah pusat untuk melakukan kemudahan-kemudahan. Termasuk regulasi maupun perpajakan daerah.

“Tetapi, jangan sampai hal-hal ini memperlambat proses regulasi itu sendiri. Fungsi koordinasi antara daerah dan pusat untuk sinkronisasi peraturan-peraturan, di sisi lain kecepatan layanan juga harus dikedepankan,” ujar Ajib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto