KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi XI DPR Fauzi H Amro meminta pemerintah menyiapkan draf revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dengan berbagai pertimbangan dan kajian yang mendalam. Fauzi berharap, substansi draf tidak semakin membebani masyarakat. Terlebih masih ditengah kondisi pandemi covid-19. "Jangan ditolak RUU KUP ini, tapi substansi-substansi yang meresahkan, merugikan kehidupan rakyat harus segera dikeluarkan dari RUU KUP," ujar Fauzi saat dihubungi, Rabu (16/6). Fauzi mengusulkan agar pemerintah menyusun draf aturan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor digital dalam RUU KUP. Menurutnya, penerimaan pajak dari sektor ini terbilang belum optimal. "Bicara e-commerce belum, potensi pajaknya besar disana," ucap dia.
Sementara itu, Pemerintah menegaskan rencana kebijakan yang tertuang di Rancangan Undang Undang (RUU) tentang perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak akan diterapkan dalam waktu dekat, sehingga saat ini belum ada aturanya. "Tidak benar kalau ada pengenaan pajak untuk sembako dan jasa pendidikan, dalam waktu dekat atau bulan depan. Saat ini RUU masih di DPR bahkan belum diparipurnakan apalagi dibahas. Pemerintah masih menerima semua aspirasi," terang Yustinus Prastowo staf khusus Menteri Keuangan. Baca Juga: Prolegnas prioritas tahun 2021 bakal dievaluasi pada bulan Juli Yustinus menegasknan, tidak khusus mengomentasi RUU yang beredar. Ia hanya menjelaskan yang sekarang yang dibangun dan direncanakan menggunakan logika bahwa saat pandemi Covid-19, pemerintah telah memberikan semua kepada pelaku usaha dan masyarakat. "Tidak ada kebijakan pajak agresif (selama ini). Karena itu kini jadi kesempatan baik untuk memikirkan kalau pandemi Covid-19 berakhir apa yang akan diberlakukan?," katanya. Ia menegaskan rancangan kebijakan PPN saat ini bukan kebijakan yang tiba-tiba, tapi melalui sebuah kajian sejak beberapa tahun yang lalu tapi eksekusinya selalu tertunda, karena membutuhkan proses yakni pembahasan di parleman untuk menetapkan Undang- Undang.