KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) terus bergulir. Kali ini, giliran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang memberikan pandangannya terhadap RUU KUP tersebut ke kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam pemaparannya, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan beberapa poin penting terkait RUU KUP. Pertama, soal rencana pemerintah dalam mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sejumlah bahan pokok atau PPN pada sembako. “Sembako untuk rakyat di pasar tradisional tidak pantas dikenakan PPN, sekalipun hanya 1%. Pengenaan PPN akan terakumulasi pada harga yang ditanggung pada konsumen,” ujar Tulus dalam pemaparan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (26/8).
Soal RUU Perpajakan, begini masukan dari YLKI
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) terus bergulir. Kali ini, giliran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang memberikan pandangannya terhadap RUU KUP tersebut ke kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam pemaparannya, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyampaikan beberapa poin penting terkait RUU KUP. Pertama, soal rencana pemerintah dalam mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sejumlah bahan pokok atau PPN pada sembako. “Sembako untuk rakyat di pasar tradisional tidak pantas dikenakan PPN, sekalipun hanya 1%. Pengenaan PPN akan terakumulasi pada harga yang ditanggung pada konsumen,” ujar Tulus dalam pemaparan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (26/8).