Soal Subsidi Pertamax, Ini Penjelasan Dirjen Migas ESDM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyatakan saat ini belum ada pembicaraan mengenai wacana mensubsidi Pertamax untuk meningkatkan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) berkotan lebih tinggi. 

“Enggak ada,” ujar Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji ketika dikonfirmasi mengenai wacana pemberian subsidi Pertamax di Gedung DPR RI, Selasa (29/8). 

Tutuka menjelaskan saat ini Indonesia sudah memiliki BBM dengan kadar oktan yang tinggi dan lebih ramah lingkungan, contohnya Pertamax Series. Namun, saat ini memang belum ada aturan yang memaksa masyarakat untuk mengkonsumsi BBM beroktan lebih tinggi sehingga masih sekadar himbauan.  


Baca Juga: Pemerintah Bakal Rombak Besaran Subsidi Pembelian Kendaraan Listrik

Saat ini konsumsi BBM masih didominasi dari Pertalite yang standardnya baru pada standard Euro 2. 

Ke depannya, pemerintah mengupayakan untuk memproduksi BBM lebih ramah lingkungan dengan membangun kilang yang dapat memproduksi BBM berstandard Euro 5. 

Asal tahu saja, saat ini PT Pertamina dalam proses pembangunan Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan. Proyek RDMP ini didesain untuk meningkatkan kapasitas pengolahan yang semula 260 kilo barrel per day (kbpd) menjadi 360 kbpd dengan peningkatan kualitas dari Euro 2 menjadi Euro 5.

“Tapi kan, ini tidak bisa cepat. Kalau sekarang ini ya pake RON. Jadi jangka pendeknya masyarakat dihimbau untuk mengkonsumsi BBM RON lebih tinggi,” terangnya. 

Ke depannya, jika Kilang Balikpapan Pertamina sudah beroperasi, lanjut Tutuka, diharapkan BBM yang diproduksi di sana bisa memenuhi seluruh kebutuhan Jakarta dan sekitarnya. 

Sebagai informasi, Kilang Balikpapan merupakan proyek yang meliputi pembangunan New Workshop & Warehouse, Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Feed Tank, Boiler, New Flare BPP II, FCC & FCC NHT, dan Terminal Lawe-Lawe Facilities.

Dalam data Kementerian ESDM, proyek dengan nilai investasi mencapai US$ 7,2 milar ini menyerap tenaga kerja sebanyak 20.250 pekerja pada fase proyek dan 600 pada fase operasi. Proyek ini juga didorong untuk dapat menyerap tingkat kandungan dalam negeri hingga 30%-35%.

Baca Juga: Polusi Udara Mengancam, Kemenkes Siapkan Upaya Penanganan Kesehatan

Selain pemenuhan kebutuhan bahan bakar nasional, kilang Balikpapan juga nantinya akan memproduksi produk petrokimia yaitu Propylene sebesar 225 KTPA yang akan menjadi feedstock dari New Polypropylene (PP) Balongan guna subtitusi produk impor.

Per-Maret 2023, perkembangan pembangunan kilang sudah mencapai 62,13% dan ditargetkan selesai bertahap pada 2024 hingga 2025 untuk segera memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi