Soal Tax Amnesty, Pengamat: Pemerintah Perlu Belajar dari Pengalaman



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai pemerintah sudah seharusnya belajar dari pengalaman tax amnesty jilid satu maupun dua sebelum benar-benar merealisasikan tax amnesty jilid III. 

Raden menjelaskan pada tahun 2021, Direktorat Jenderal Pajak pernah mengirim email dan surat kepada Wajib Pajak tentang harta-harta yang belum dilaporkan. Data tersebut menjadi pendorong bagi Wajib Pajak untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS). 

Namun sebagian data-data tersebut masih banyak yang zonk. Diantaranya banyak kendaraan dan rumah yang sebenar sudah dijual.


"Tax Amnesty jilid III hanya perlu jika pemerintah sudah memiliki data-data harta Wajib Pajak yang selama ini belum di laporkan di SPT Tahunan," jelas Raden kepada Kontan, Minggu (24/11). 

Baca Juga: CITA sebut Tax Amnesty Jilid III Akan Sasar Pelaku Shadow Economy

Berdasarkan pengalaman tahun 2021 tersebut, seharusnya Ditjen Pajak memiliki pengalaman dan tidak mengulangi lagi. Artinya, data-data sebaiknya diteliti lebih lanjut sehingga lebih valid. 

Selain itu, pengalaman Tax Amnesty jilid I tahun 2016 banyak dana yang disimpan di Singapura hanya dideklarasikan. Bahkan private banking di Singapura berani membayar selisih uang tebusan Tax Amnesty antara deklarasi Luar Negeri versus repatriasi. Sehingga kebanyakan justru hanya deklarasi Luar Negeri. 

"Sebaiknya pemerintah belajar dari Tax Amnesty jilid I, banyak Wajib Pajak tidak patuh yang mengikuti Tax Amnesty tapi setelah itu kembali menjadi Wajib Pajak tidak patuh, tidak ada tindak lanjut setelah Tax Amnesy," ungkapnya. 

Menurut Raden sebaiknya pemerintah belajar dari Tax Amnesty jilid I. Banyak Wajib Pajak tidak patuh yang mengikuti Tax Amnesty tapi setelah itu kembali menjadi Wajib Pajak tidak patuh. Tidak ada tindak lanjut setelah Tax Amnesy. 

Di sisi lain mulai 2025 Coretax sudah diluncurkan. Pra Tax Amnesty jilid III dapat dijadikan ajang unjuk kecanggihan Coretax. Coretax sudah menggunakan NIK sebagai NPWP. Maka Ditjen Pajak sudah banyak menerima data dari instansi pemerintah lain, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP). Data ILAP ini banyak yang berbasiskan NIK daripada NPWP. Seharusnya, dengan Coretax, datanya jadi lebih valid.

Menurut Raden keberhasilan Tax Amnesty jilid III akan ditentukan oleh kehebatan Coretax. Jika data yang diolah masih banyak sampahnya, justru akan menjadi preseden buruk terhadap kepercayaan Wajib Pajak. Ke depannya Wajib Pajak menganggap bahwa Coretax tidak sehebat yang dikira. 

Raden mengatakan selama ini banyak Wajib Pajak mengira bahwa Coretax aplikasi modern dan canggih sehingga tidak ada tempat lagi bagi Wajib Pajak untuk menghindari pajak. Alasan lain diadakannya Coretax adalah dana repatriasi. Pemerintah Prabowo harus bisa meyakinkan pengusaha super kaya untuk menginvestasikan dananya di Dalam Negeri.

"Perlu pendekatan personal untuk mengajak konglomerat menarik dananya di Indonesia," ujarnya. 

Baca Juga: Tax Amnesty Jilid III Berlaku di 2025, Ketentuannya Kemungkinan Sama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati