KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) buka suara soal potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Koperasi hingga Organisasi Masyarakat (Ormas) menggarap tambang di luar Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan (PKP2B) Batubara. Ketua Asosiasi Bauksit Indonesia Ronald Sulistyanto mengatakan khusus tambang bekas perusahaan bauksit, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa hal sebelum memberikan tambang jenis ini, apalagi dengan cara prioritas. "Saya kira tidak semudah itu, kendalanya bauksit sangat banyak. Saya tidak ingin mendahului (pemerintah) tapi proses tambang itu tidak semudah yang dibayangkan," ungkap Ronald kepada Kontan, dikutip Senin (13/10/2025). Baca Juga: Polri Target 5.000 ETLE Tahun 2027, Simak Cara Cek Tilang Elektronik & Bayar Denda "Persoalannya, khususnya untuk bauksit itu tidak semudah menambang hal-hal yang lebih mudah, maksud saya misalnya jenis-jenis tambang yang ditambang spot-spot saja bisa dapat," tambah dia. Selain karakteristik, sumber bauksit hanya tersedia di beberapa wilayah di Indonesia, mayoritas di Kalimantan Barat, sedikit di Kalimantan Tengah dan Riau. Selain itu, dia bilang saat ini tambang bauksit Izin Usaha Pertambangannya (IUP) sudah banyak yang tumpang tindih dengan kawasan hutan dan perkebunan. "Penambangan bauksit itu di atas tanah yang sudah ada kebunnya, artinya tumpang tindih semua. Untuk penyelesaian B2B-nya tidak mudah, apalagi dia baru mendapat izin. Belum lagi pembangunan fasilitas penunjang tambang," jelas dia. Ronald menambahkan dari 69 perusahan tambang yang tergabung dalam ABI sekarang, ada beberapa yang memutuskan berhenti karena alasan modal dan harga jual bauksit yang dipatok di bawah dari Harga Patokan Mineral (HPM). "Di bauksit banyak juga penambang yang berhenti, alasannya klasik, dia tidak ada modal lagi, apalagi harga jual bauksit yang belum begitu baik, karena smelternya masih sedikit," kata dia.
Soal UKM hingga Ormas Garap Tambang Bauksit, ABI: Tidak Semudah Itu
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) buka suara soal potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Koperasi hingga Organisasi Masyarakat (Ormas) menggarap tambang di luar Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan (PKP2B) Batubara. Ketua Asosiasi Bauksit Indonesia Ronald Sulistyanto mengatakan khusus tambang bekas perusahaan bauksit, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa hal sebelum memberikan tambang jenis ini, apalagi dengan cara prioritas. "Saya kira tidak semudah itu, kendalanya bauksit sangat banyak. Saya tidak ingin mendahului (pemerintah) tapi proses tambang itu tidak semudah yang dibayangkan," ungkap Ronald kepada Kontan, dikutip Senin (13/10/2025). Baca Juga: Polri Target 5.000 ETLE Tahun 2027, Simak Cara Cek Tilang Elektronik & Bayar Denda "Persoalannya, khususnya untuk bauksit itu tidak semudah menambang hal-hal yang lebih mudah, maksud saya misalnya jenis-jenis tambang yang ditambang spot-spot saja bisa dapat," tambah dia. Selain karakteristik, sumber bauksit hanya tersedia di beberapa wilayah di Indonesia, mayoritas di Kalimantan Barat, sedikit di Kalimantan Tengah dan Riau. Selain itu, dia bilang saat ini tambang bauksit Izin Usaha Pertambangannya (IUP) sudah banyak yang tumpang tindih dengan kawasan hutan dan perkebunan. "Penambangan bauksit itu di atas tanah yang sudah ada kebunnya, artinya tumpang tindih semua. Untuk penyelesaian B2B-nya tidak mudah, apalagi dia baru mendapat izin. Belum lagi pembangunan fasilitas penunjang tambang," jelas dia. Ronald menambahkan dari 69 perusahan tambang yang tergabung dalam ABI sekarang, ada beberapa yang memutuskan berhenti karena alasan modal dan harga jual bauksit yang dipatok di bawah dari Harga Patokan Mineral (HPM). "Di bauksit banyak juga penambang yang berhenti, alasannya klasik, dia tidak ada modal lagi, apalagi harga jual bauksit yang belum begitu baik, karena smelternya masih sedikit," kata dia.