JAKARTA. Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Pusat akan melanjutkan pemeriksaan perkara perdata antara warga Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah RI dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Dalam persidangan lanjutan yang digelar hari Rabu (28/11), majelis hakim yang diketuai oleh Amin Sutikno menyatakan menolak eksepsi yang diajukan oleh Pemerintah dan BPLS.Dalam eksepsinya, mereka menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Adapun pihak yang lebih berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun, hakim tidak mengabulkannya. "Materi gugatan yang diajukan bukanlah mengenai penerbitan aturan seperti yang didalilkan, melainkan soal pelaksanaan kebijakan," kata Amin, Rabu (26/11). Karena eksepsi tersebut ditolak hakim, untuk selanjutnya pemeriksaan perkara akan dilanjutkan dengan pembuktian yang akan diajukan oleh pihak warga Sidoarjo.Terkait putusan ini, Jaksa Pengacara Negara yang mewaki Pemerintah RI, Triningsih, menolak berkomentar. "Saya tidak bisa memberikan komentar apa pun," kata Triningsih.Sebaliknya, kuasa hukum warga Sidoarjo, Amiruddin Aburaira, mengaku siap membuktikan tuduhannya di persidangan mendatang. Ia juga bilang kalau putusan tersebut sudah sesuai dengan rasa keadilan kliennya.Sekedar informasi, warga Sidoarjo yang mengajukan gugatan tersebut diantaranya, Musriah, Maruwah, Thoyib Bahri, Mutmainah dan Abdurrosim. Mereka mengajukan gugatan karena kecewa dengan pemberian ganti rugi yang dilakukan pemerintah atas tanahnya yang terkena semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo.Amiruddin menilai, pemerintah dan BPLS telah melakukan perbuatan melawan hukum. Alasannya, tanah yang mereka tempati tiba-tiba saja dikategorikansebagai tanah yang berada di area basah atau pesawahan. Padahal, sebelumnya BPLS sudah melakukan penelitian di mana hasilnya menyebutkan kalau lahan mereka berada di area darat.Oleh karena itu, masyarakat meminta Pemerintah dan BPLS untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 11,3 miliar. Kerugian itu terdiri dari harga jual tanah seluas 8.100 meter sebesar Rp 8,1 miliar, dan ganti rugi lainnya sebesar Rp 3,2 miliar. Kerugian itu harus dibayar secara tanggung renteng oleh Pemerintah dan BPLS.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Soal warga Sidoarjo, hakim tolak eksepsi BPLS
JAKARTA. Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Pusat akan melanjutkan pemeriksaan perkara perdata antara warga Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah RI dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Dalam persidangan lanjutan yang digelar hari Rabu (28/11), majelis hakim yang diketuai oleh Amin Sutikno menyatakan menolak eksepsi yang diajukan oleh Pemerintah dan BPLS.Dalam eksepsinya, mereka menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Adapun pihak yang lebih berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun, hakim tidak mengabulkannya. "Materi gugatan yang diajukan bukanlah mengenai penerbitan aturan seperti yang didalilkan, melainkan soal pelaksanaan kebijakan," kata Amin, Rabu (26/11). Karena eksepsi tersebut ditolak hakim, untuk selanjutnya pemeriksaan perkara akan dilanjutkan dengan pembuktian yang akan diajukan oleh pihak warga Sidoarjo.Terkait putusan ini, Jaksa Pengacara Negara yang mewaki Pemerintah RI, Triningsih, menolak berkomentar. "Saya tidak bisa memberikan komentar apa pun," kata Triningsih.Sebaliknya, kuasa hukum warga Sidoarjo, Amiruddin Aburaira, mengaku siap membuktikan tuduhannya di persidangan mendatang. Ia juga bilang kalau putusan tersebut sudah sesuai dengan rasa keadilan kliennya.Sekedar informasi, warga Sidoarjo yang mengajukan gugatan tersebut diantaranya, Musriah, Maruwah, Thoyib Bahri, Mutmainah dan Abdurrosim. Mereka mengajukan gugatan karena kecewa dengan pemberian ganti rugi yang dilakukan pemerintah atas tanahnya yang terkena semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo.Amiruddin menilai, pemerintah dan BPLS telah melakukan perbuatan melawan hukum. Alasannya, tanah yang mereka tempati tiba-tiba saja dikategorikansebagai tanah yang berada di area basah atau pesawahan. Padahal, sebelumnya BPLS sudah melakukan penelitian di mana hasilnya menyebutkan kalau lahan mereka berada di area darat.Oleh karena itu, masyarakat meminta Pemerintah dan BPLS untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 11,3 miliar. Kerugian itu terdiri dari harga jual tanah seluas 8.100 meter sebesar Rp 8,1 miliar, dan ganti rugi lainnya sebesar Rp 3,2 miliar. Kerugian itu harus dibayar secara tanggung renteng oleh Pemerintah dan BPLS.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News