JAKARTA. Mantan Ketua Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir membantah jika dirinya mendapatkan sejumlah aliran dana dari Elnusa Tristar Ramba Limited (ETRL) dalam kasus dugaan korupsi Blok Ramba di Sumatera Selatan. Hal itu ia sampaikan dalam rilisnya melalui oleh kuasa hukumnya, M Faiz,Senin (30/8) Menurutnya dua kali penerimaan dana yang masuk ke rekeningnya merupakan pembayaran bunga pinjaman yang memang telah disepakati dan diambil bukan dari dana ETRL, tetapi hasil bersih (nett take) milik Trisar Global Holding Corporation (TGHC) yang memang berkewajiban membayar. "Itu kan uang pribadi saya yang saya pinjamkan , ketika ada pembayaran kepada saya kenapa saya masih dituduh menerima uang yang tidak sah dan merugikan negara," katanya. Menurut Soetrisno tidak ada uang negara yang terlibat sehingga mengherankan apabila dana yang diperoleh dikaitkan dengan kerugian negara. "Perlu ditegaskan bahwa sata sama sekali tidak menerima uang dari TRL,” tegasnya. Soetrisno juga membela tindakan Aditya Soeryadjaya dan Franciscus Dewana selaku Direksi ETRL yang telah melakukan pembayaran ke sejumlah rekening. Ia pun menyangkal akhirnya kedua orang itu dituding melakukan tindak pidana korupsi. "Sangat menyesalkan proses hukum terhadap masalah ini. Tindakan oknum yang mengaku penegak hukum seperti ini tidak bisa ditolerir karena merusak program pemerintah. Hukum digunakan sebagai alat untuk mengebiri orang lain demi kepentingan pihak tertentu," jelasnya.
Soetrisno Bachir bantah dapat aliran dana dari ETRL
JAKARTA. Mantan Ketua Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir membantah jika dirinya mendapatkan sejumlah aliran dana dari Elnusa Tristar Ramba Limited (ETRL) dalam kasus dugaan korupsi Blok Ramba di Sumatera Selatan. Hal itu ia sampaikan dalam rilisnya melalui oleh kuasa hukumnya, M Faiz,Senin (30/8) Menurutnya dua kali penerimaan dana yang masuk ke rekeningnya merupakan pembayaran bunga pinjaman yang memang telah disepakati dan diambil bukan dari dana ETRL, tetapi hasil bersih (nett take) milik Trisar Global Holding Corporation (TGHC) yang memang berkewajiban membayar. "Itu kan uang pribadi saya yang saya pinjamkan , ketika ada pembayaran kepada saya kenapa saya masih dituduh menerima uang yang tidak sah dan merugikan negara," katanya. Menurut Soetrisno tidak ada uang negara yang terlibat sehingga mengherankan apabila dana yang diperoleh dikaitkan dengan kerugian negara. "Perlu ditegaskan bahwa sata sama sekali tidak menerima uang dari TRL,” tegasnya. Soetrisno juga membela tindakan Aditya Soeryadjaya dan Franciscus Dewana selaku Direksi ETRL yang telah melakukan pembayaran ke sejumlah rekening. Ia pun menyangkal akhirnya kedua orang itu dituding melakukan tindak pidana korupsi. "Sangat menyesalkan proses hukum terhadap masalah ini. Tindakan oknum yang mengaku penegak hukum seperti ini tidak bisa ditolerir karena merusak program pemerintah. Hukum digunakan sebagai alat untuk mengebiri orang lain demi kepentingan pihak tertentu," jelasnya.