KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk mengalihkan penugasan distribusi solar subsidi PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) kepada PT Pertamina (Persero). Keputusan tersebut berlaku sejak 11 November 2019 setelah melalui sidang komite di BPH Migas dan pembahasan bersama Kementerian ESDM. Pengalihan itu dilakukan lantaran sejak 12 Mei 2019, AKR sudah tak lagi menyalurkan solar bersubsidi. Kendati begitu, Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas Henry Ahmad mengatakan, pihaknya tak ingin menyebut pengalihan itu sebagai sanksi bagi AKR. Baca Juga: Revisi formula harga solar subsidi, ESDM tunggu respon Kemenkeu Henry bilang, pengalihan itu bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat, lantaran sejak Mei-Oktober kuota solar subsidi AKR tak lagi tersalurkan. "Kita tidak menyebut itu sebagai sanksi, tapi karena bulan Mei-Oktober nggak menyalurkan, ya masyarakat jangan sampai rugi dalam hal ini," kata Henry kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11). Setelah kuota solar bersubsidi milik AKR dialihkan, maka Pertamina akan menyalurkan solar bersubsidi ke wilayah-wilayah yang tidak disalurkan oleh AKR. "Jadi pertamina menyalurkan di tempat-tempat dimana AKR tidak menyalurkan," sambung Henry. Adapun, Direktur AKRA Suresh Vembu mengungkapkan, pihaknya tidak bisa menyalurkan solar bersubsidi hingga akhir tahun ini lantaran terkendala formula harga yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 62 K/10/MEM/2019. AKR menilai, formula harga dalam beleid tersebut tidak ekonomis. "Jadi ini bukan masalah AKR, isunya adalah peraturan yang tidak ekonomis. Formulanya yang direvisi," kata Suresh ke Kontan.co.id, Kamis (21/11). Baca Juga: Sinergi Pertamina dan masyarakat wujudkan desa wisata Burai Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 62 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan itu, formula harga minyak solar subsidi ditetapkan sebagai berikut: formula 95% harga indeks pasar (HIP) minyak solar + Rp 802,00 per liter. "Formula itu nggak ekonomis. Kalau misalnya saya beli barangnya memakai MOPS (Mean of Platts Singapore) harus jual 0,95 kalinya, gimana bisa ekonomis? nggak bisa kan?," sambung Suresh. Saat ini, pemerintah pun tengah melakukan pembahasan untuk merevisi beleid tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengirimkan surat permohonan pertimbangan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas usulan revisi formula harga dasar jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Tertentu Jenis Minyak Solar (Gas Oil). "Surat itu sedang kita kirim ke Kemenkeu. Perubahan usulannya sesuai Perpres kita mengajukan ke Kemenkeu tinggi tunggu, prosedurnya seperti itu," kata Djoko saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (21/11).
Solar AKR dialihkan, BPH Migas: Yang penting rakyat tak dirugikan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan untuk mengalihkan penugasan distribusi solar subsidi PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) kepada PT Pertamina (Persero). Keputusan tersebut berlaku sejak 11 November 2019 setelah melalui sidang komite di BPH Migas dan pembahasan bersama Kementerian ESDM. Pengalihan itu dilakukan lantaran sejak 12 Mei 2019, AKR sudah tak lagi menyalurkan solar bersubsidi. Kendati begitu, Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas Henry Ahmad mengatakan, pihaknya tak ingin menyebut pengalihan itu sebagai sanksi bagi AKR. Baca Juga: Revisi formula harga solar subsidi, ESDM tunggu respon Kemenkeu Henry bilang, pengalihan itu bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat, lantaran sejak Mei-Oktober kuota solar subsidi AKR tak lagi tersalurkan. "Kita tidak menyebut itu sebagai sanksi, tapi karena bulan Mei-Oktober nggak menyalurkan, ya masyarakat jangan sampai rugi dalam hal ini," kata Henry kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11). Setelah kuota solar bersubsidi milik AKR dialihkan, maka Pertamina akan menyalurkan solar bersubsidi ke wilayah-wilayah yang tidak disalurkan oleh AKR. "Jadi pertamina menyalurkan di tempat-tempat dimana AKR tidak menyalurkan," sambung Henry. Adapun, Direktur AKRA Suresh Vembu mengungkapkan, pihaknya tidak bisa menyalurkan solar bersubsidi hingga akhir tahun ini lantaran terkendala formula harga yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 62 K/10/MEM/2019. AKR menilai, formula harga dalam beleid tersebut tidak ekonomis. "Jadi ini bukan masalah AKR, isunya adalah peraturan yang tidak ekonomis. Formulanya yang direvisi," kata Suresh ke Kontan.co.id, Kamis (21/11). Baca Juga: Sinergi Pertamina dan masyarakat wujudkan desa wisata Burai Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 62 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan itu, formula harga minyak solar subsidi ditetapkan sebagai berikut: formula 95% harga indeks pasar (HIP) minyak solar + Rp 802,00 per liter. "Formula itu nggak ekonomis. Kalau misalnya saya beli barangnya memakai MOPS (Mean of Platts Singapore) harus jual 0,95 kalinya, gimana bisa ekonomis? nggak bisa kan?," sambung Suresh. Saat ini, pemerintah pun tengah melakukan pembahasan untuk merevisi beleid tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengirimkan surat permohonan pertimbangan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas usulan revisi formula harga dasar jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Tertentu Jenis Minyak Solar (Gas Oil). "Surat itu sedang kita kirim ke Kemenkeu. Perubahan usulannya sesuai Perpres kita mengajukan ke Kemenkeu tinggi tunggu, prosedurnya seperti itu," kata Djoko saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (21/11).