KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pertemuan dengan Menko Polhukam Mahfud MD pada Jumat (10/3) sore. Pertemuan tersebut akan membahas menganai laporan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal ini diungkapkan Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (10/3). “Nanti sore kita ketemu sama Pak Menko bahas Rp 300 triliun ini bareng Pak Wakil Menteri (Suahasil Nazara),” katanya.
Menurutnya, Kementerian Keuangan memang sudah menerima surat yang diberikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun, dalam surat itu tidak ada angka Rp 300 triliun.
Baca Juga: Punya Saham di 280 Perusahaan, KPK Serahkan Data 134 Pegawai DJP ke Kemenkeu Hari Ini Sehingga dalam pertemuan nanti akan dijelaskan secara detail terkait transaksi yang fantastis tersebut. “Kami baru akan minta arahan dan membahas dengan Pak Mahfud detail seperti apa. Nanti setelah semua
clear baru kita jelaskan, supaya tidak simpang siur,” jelasnya. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan dari Rp 300 triliun transaksi keuangan mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melibatkan lebih dari 460 orang. Adapun nilai transaksi tersebut merupakan laporan dari 2009 hingga 2023 ini yang belum ada kemajuan informasinya. Di mana sejak 2009 hingga 2023 ada lebih dari 160 laporan masuk. “Itu tahun 2009 sampai 2023, ada 160 laporan lebih. Taruhlah 168 sejak itu. Itu tidak ada kemajuan informasi. Sesudah diakumulasikan, semua melibatkan 460 orang lebih ke kementerian itu yang akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp 300 triliun,” kata Mahfud dikutip dari Kanal YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (9/3).
Baca Juga: KPK: 134 Pegawai Pajak Punya Saham di 280 Perusahaan, 2 Diantaranya Konsultan Pajak Dari seluruh laporan yang masuk sejak 2009, kata Mahfud tidak terdapat kelanjutan informasi. Dengan kata lain ratusan laporan tersebut tidak di-
update informasinya atau belum mendapatkan respons. Mahfud menuturkan, kadang kala laporan baru akan mendapatkan respons ketika sudah menjadi kasus. Ia menyinggung soal kasus Rafael Alun yang ternyata sudah ada laporan sebelumnya. "Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus. Kayak Rafael itu jadi kasus, lalu dibuka, ini sudah dilaporkan
kok didiemin," kata Mahfud. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi