Sorini gencar perbesar pasar pemanis



JAKARTA. Pasca merampungkan pembangunan pabrik di Cikande, Jawa Barat, kapasitas produksi pemanis PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk menjadi 463.000 metrik ton per tahun. Agar pasar lebih manis, Sorini incar pasar baru, salah satunya Jawa Timur.

Kapasitas pabrik Cikande sebesar 100.000 metrik ton pemanis per tahun. Dua tahun belakangan, Sorini Agro membangun pabrik senilai Rp 750 miliar itu. Pasca selesai, Sorini Agro akan meningkatkan utilisasi produksi, dari tahun lalu 60% menjadi 70% pada tahun ini. "Kalau utilisasi 70% itu kira-kira (produksi) 270.000 ton tahun ini," terang Sunit Dhoka, Direktur PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk, dalam acara paparan publik, Senin (28/11).

Selain menyasar pasar baru, Sorini Agro berharap, harga pemanis tahun ini lebih baik ketimbang tahun lalu. Patut dicatat, periode keuangan mereka tahun ini adalah 1 Juni 2016 - 31 Mei 2017. Kalau pendapatan bersih pada periode yang sama sebelumnya sebesar Rp 2,42 triliun, berarti target pendapatan tadi setara dengan Rp 2,66 triliun.


Namun, Sorini Agro tak menutup mata jika bisnis pemanis masih menghadapi tantangan kelebihan pasokan alias oversupply. Perusahaan tersebut bahkan menyebut tahun ini adalah periode tersulit selama melakoni bisnis dalam 20 tahun terakhir.

Selain permintaan pasar dalam negeri tak agresif, produsen pemanis juga harus bersaing dengan produk pemanis impor dari Tiongkok. Seperti keluhan umumnya pelaku usaha lokal terhadap ulah pebisnis China, harga jual produk miring menjadi ancaman bagi mereka.

Masalahnya, sejauh ini pasar dalam negeri masih menjadi kontributor terbesar Sorini Agro hingga sekitar 60%. Sementara pasar ekspor mereka mentok ke Jepang, Filipina, Malaysia, Amerika dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik atau total 50 negara. "Tidak ada (pasar baru), karena kamis sudah melakukan ekspor dan semua kami sudah jajaki," beber Sunit.

Selain bisnis pemanis, Sorini Agro menjalankan bisnis  tapioka dengan kapasitas produksi 108.800 per tahun di pabrik Way Bungur, Lampung Timur. Demi menghemat ongkos listrik, dalam tiga tahun ke depan mereka akan mengolah limbah tapioka menjadi pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBG). Sementara dalam setahun atau dua tahun ini Sroni Agro akan melakukan kalkulasi bisnis.

Delisting biar gesit

Selain rencana bisnis, Sorini Agro akan menempuh dua langkah strategis lain. Perusahaan berkode saham SOBI di BEI itu berencana meminjam dana sebesar US$ 100 juta dari sang induk usahanya, PT Cargill Food Indonesia. Dana tersebut akan dipakai Sorini Agro untuk pembiayaan ulang utang pembangunan atau refinanncing pabrik di Cikande dan working capital atawa modal kerja.

Sebelum menekan perjanjian utang, Sorini Agro akan mengadakan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 28 Februari 2017. Patut dicatat, agenda lain yang mereka rencanakan adalah melepas keanggotaan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) alias delisting.

Pertimbangan Sorini Agro, delisting dari BEI akan membikin mereka lebih gesit. "Dari structure policy untuk pembiayaan itu biasanya kami dapat dari Cargill dan pinjaman perbankan, jadi kami tidak lihat ada kebutuhan dana dari publik," beber Sunit.

Lagi pula, mereka menyadari komposisi saham publik yang mini, yakni 1,33% tak sejalan dengan aturan free float BEI. Tak heran jika perdagangan saham mereka dihentikan BEI alias kena suspensi. Selebihnya, Cargill Food Indonesia mendekap 98,67% saham Sorini Agro.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini