Soroti Postur Sementara APBN 2025, Ekonom Sebut Ini Tak Mendorong Perekonomian



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI telah menyepakati Pembicaraan Tingkat I untuk Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2025. Ekonom mencermati APBN mendatang tidak akan berperan besar dalam mendorong perekonomian.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky menilai postur sementara APBN 2025 tidak akan bisa berperan besar mendorong perekonomian. Meski defisitnya besar dan itu dinarasikan APBN ekspansif, menurutnya belanja bersifat tak memberi stimulus yang kuat bagi perekonomian.

Hal ini nanti akan terlihat dalam konsumsi pemerintah dalam PDB yang mengecil, dan konstrubusinya dalam Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) PDB yang nyaris tidak ada.


"Intinya, APBN 2025 tidak benar-benar bersifat ekspansif, hanya merupakan anggaran mengelola pemerintahan seperti biasanya," jelas Awalil kepada Kontan, Selasa (17/9). 

Awalil menjelaskan APBN 2025 disusun sebagaimana biasanya, hanya disediakan ruang teknis penyesuaian selama pembahasan menjadi APBN, atau nantinya dalam penyusunan DIPA. Ia menontohkan, anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) masih lebih kecil dari biasanya, dan sementara dititipkan pada anggaran non K/L. Namun sejauh kesepakatan panja dan postur sementara, belanja NonK/L dalam RAPBN baru dipindah atau dialokasikan Rp 109,61 triliun. Antara lain kepada Badan Gizi Nasional sebesar Rp71 triliun. Dengan demikian belanja NonK/L masih jauh lebih besar.

"Artinya porsi NonK/L jauh lebih besar, melanjutkan fenomena APBN 2024. Pada APBN 2015-2021, belanja K/L yang jauh lebih besar. Sedangkan 2022 dan 2023 relatif setara," ujarnya. 

Baca Juga: Modal Awal Pemerintahan Prabowo, Banggar dan Pemerintah Sepakati RUU APBN 2025

Perlu diketahui bahwa belanja NonK/L itu antara lain pembayaran bunga utang, subsidi, transaksi khusus dan belanja lainnya seperti cadangan. Dengan demikian, APBN 2025 bisa dikatakan kurang produktif. Belanja K/L justru menurun. Di antaranya belanja modal yang turun drastis dan belanja barang yang berkurang cukup signifikan. 

Awalil mencermati segala kelemahan dan permasalahan pengelolaan APBN era Jokowi, terutama era kedua, masih dilanjutkan dalam APBN 2025. Antara lain defisit yang terlampau lebar, belanja yang tidak efektif dan kurang efisien hingga beban pembayaran utang yang makin besar. 

Sementara Awalil juga menilai sejauh postur APBN sementara, dukungan terhadap kebijakan populis belum terlalu besar. Menurutnya baru alokasi Badan Gizi Nasional yang tampaknya terkait dengan program makan siang gratis dan sekitar Rp 40 triliun yang ditambahkan kepada beberapa K/L. 

Hal tersebut tak bisa dilepaskan dari ruang fiskal yang memang sempit. Dalam konteks ini usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani agar patokan 20% anggaran pendidikan adalah dari pendapatan, bukan belanja lagi. Jika diikuti maka belanja wajib pendidikan akan berkurang dan bisa dialokasikan ke hal lain.

"Menurut saya, Pemerintahan Prabowo akan kesulitan mengatur belanjanya jika tidak ada perubahan yang mendasar, misal mengurangi secara signifikan alokasi beberapa K/L. Bisa pula dipikirkan bagaimana menekan pembayaran bunga yang mencapai Rp 552,85 triliun. Itu dimungkinkan jika ada political will dan sinkronisasi dengan Bank Indonesia," ungkapnya.

Selanjutnya: Cek Proyeksi Pergerakan Rupiah untuk Hari Ini (18/9)

Menarik Dibaca: Anda bakal Suka Tontonan Ini kalau Suka Emily in Paris

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih