Sosiolog: Bukan komunis, Jokowi state capitalist



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola sependapat dengan mayoritas responden dalam survei opini publik yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait isu komunisme di Indonesia.

Mayoritas responden (75,1 persen) tidak setuju dengan isu bahwa Presiden RI Joko Widodo ( Jokowi) adalah seorang Partai Komunis Indonesia ( PKI), atau yang terkait dengan PKI.

"Saya sepakat dengan para responden, bahwa tuduhan Jokowi seorang PKI itu tidak berdasar," kata Tamrin dalam paparan hasil survei di Kantor SMRC, Jakarta, Jumat (29/9).


Tamrin menuturkan, ada banyak syarat untuk menyebut atau mengidentifikasi seseorang berpaham komunisme atau marxisme. Kadang kala, orang mencampuradukkan antara keduanya. Padahal, tidak semua marxisme itu adalah komunisme.

"Kemudian kalau kita menuduh orang marxis juga repot. Karena saya melihat banyak orang yang berpikir ke 'kiri-kirian', tetapi bukan (berpaham) marxisme, apalagi komunisme," kata Tamrin.

Dia melanjutkan, malah kebanyakan orang yang bicara terkesan ke "kiri", berjalannya justru ke "kanan". Oleh karena itu, dia pun tidak percaya apabila ada seseorang yang bisa sangat konsisten sebagai marxis atau seorang komunis.

Pada akhirnya, kata dia, susah sekali memberikan cap kepada seseorang sebagai orang yang memiliki karakter atau paham tertentu.

Akan tetapi, kata Tamrin, kalau ingin menilai Jokowi maka nilailah dari kebijakannya.

"Kalau saya nilai sejauh ini, dari kebijakannya itu jelas bukan seorang komunis, jelas bukan marxis, tetapi seorang kapitalis negara, istilahnya state-capitalism," ucap Tamrin.

Seorang kapitalis negara ingin memperbesar kapital atau daya yang dimiliki negara lewat korporasi yang dimiliki, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Jadi, mengatakan Jokowi seorang komunis itu sama sekali salah. Dia seorang state-capitalist," tutur Tamrin.

Berdasarkan survei yang dilakukan SMRC, sebanyak 75,1% menyatakan tidak setuju Jokowi orang atau terkait dengan PKI. Adapun yang mengatakan setuju hanya 5,1% dan yang tidak tahu 19,9%.

Selain itu, survei juga mengungkap bahwa 86,8% responden tidak percaya mengenai isu kebangkitan PKI. Adapun yang menyatakan setuju bahwa saat ini sedang terjadi kebangkitan PKI hanya 12,6%.

Survei opini publik ini merupakan CSR dari SMRC. Survei dilakukan terhadap 1.057 responden, dari 1.220 sampel, dengan margin error 3,1% dan tingkat kepercayaan 95%.

 Profil demografi sampel mencerminkan populasi nasional Indonesia dan proporsional berdasarkan karakter demografi dan sebaran wilayahnya. (Estu Suryowati)

Artikel ini sudah tayang sebelumnya di Kompas.com, berjudul: Sosiolog UI: Jokowi Bukan Komunis, Melainkan "State-Capitalist"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie