S&P: 3 Hambatan Indonesia jadi investment grade



JAKARTA. Pemerintah masih harus membuktikan dirinya layak mendapatkan predikat investment grade, dari lembaga pemeringkat rating Standard & Poor's. Sebab, masih ada beberapa hal yang membuat S&P belum juga mendongkrak peringkat rating Indonesia yang sejak Mei 2015 masih di posisi BB+.

Director Asia-Pacific Sovereign Ratings S&P Kyran Curry mengatakan, ada tiga hal yang menjadi ganjalan Indonesia belum mendapatkan status layak investasi atau investment grade.

Pertama, pemerintah harus menunjukan perbaikan infrastruktur yang penting. Sebelumnya, pemerintah dinilai berhasil dalam melakukan reformasi di bidang energi, yaitu, dengan mengalihkan anggaran subsidi bahan bakar untuk proyek-proyek infrastruktur.


Kedua, masih adanya masalah ketidakpastian hukum yang masih menjadi hambatan berinvestasi di Indonesia.

Ketiga, pemerintah harus menghilangkan hambatan birokrasi. "Kami yakin faktor-faktor ini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya memperbaiki (peringkat) kreditnya," kata Kyran Curry, Rabu (23/3) di Jakarta.

Sebetulnya, S&P menilai sudah banyak hal perbaikan dilakukan oleh pemerintah. Selain merealokasi anggaran subsidi bahan bakar menjadi anggaran infrastruktur, pemerintah juga dinilai telah mengeluarkan kebijakan yang baik seperti insentif pajak bagi investor.

S&P juga melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin kuat, meskipun telah mengalami pelambatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan naik menjadi 4,9% pada tahun 2016 dari pertumbuhan tahun 2015 lalu sebesar 4,7%.

Sementara itu Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nezara mengatakan, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan fiskal. Bahkan, ditengah pelambatan ekonomi berbagai negara, Indonesia berada dalam trend yang cukup baik.

Menurutnya, Indonesia harusnya sudah bisa mendapatkan investment grade dari S&P. Apalagi, pemerintah sudah melakukan kebijakan yang pernah dikritik S&P terkait realokasi subsidi BBM.

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan, Indonesia masih beruntung jika S&P tidak menurunkan rating-nya. Sebab, beberapa negara berkembang seperti Brazil justru dipangkas.

Ia juga sependapat, bahwa pemasalahan Indonesia masih banyak yang harus diselesaikan. Kepastian hukum masih menjadi persoalan, sebagai contoph kasus antara transportasi konvensional dengan berbasis teknologi. Ini bentuk pemerintah lalai dalam merespon perkembangan teknologi dengan regulasi yang jelas.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia