S&P alami penurunan terbesar sejak bear market pada 2008 lalu



NEW YORK. Sebagian besar bursa saham AS terjungkal. Kondisi ini semakin memperbesar penurunan yang dialami Standard & Poor's 500 Index sejak bear market pada 2008 lalu. Pelaku pasar cemas, penurunan peringkat utang AS oleh S&P akan memperburuk perlambatan ekonomi global. Pada pukul 16.00 waktu New York, indeks S&P 500 melorot hingga 6,7% menjadi 1.119,51. Dengan demikian, dalam tiga hari terakhir, penurunan indeks mencapai 11%. Ini merupakan penurunan terbesar sejak November 2008 dan merupakan level terendah sejak September 2010. Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average mengalami penurunan 5,6% menjadi 10.809,85. Sepuluh sektor yang tergabung dalam indeks S&P 500 mengalami penurunan lebih dari 3,8%. Saham-saham yang pergerakannya mempengaruhi bursa AS antara lain: Bank of America Corp yang melorot 10%, Ford Motor Co turun 8,4%, Caterpillar Inc turun 8,4%, dan Chevron Corp turun 7,5%. "Tidak ada alasan untuk naik kereta saat ini. Ya, memang harga saham di pasar sudah sangat murah, namun saat ini emosi sangat tinggi. Banyak ketidakpastian di sana. Investor memilih untuk tidak mengambil resiko. Sangat ironis," papar Keith Wirtz, chief investment officer Fifth Third Asset Management.

Treasury naikSementara itu, kemarin malam, treasury AS ditransaksikan naik. Tingkat yield untuk treasury berjangkawaktu dua tahun mengalami penurunan ke rekor terendah. Kenaikan itu terjadi setelah Menteri Keuangan Jepang Yoshihiko Noda mengatakan, treasury AS masih menarik.Bahkan, Bill Gross dari Pacific Investment Management Co, meningkatkan kepemilikannya atas treasury AS dari 8% menjadi 10%, serta memangkas kepemilikan dana tunai dari 29% menjadi 15%. "Jika Anda seorang investor dan khawator mengenai apa yang tengah terjadi terkait likuiditas dan keamanan, Anda sama sekali tidak mempunyai pilihan lain daripada treasury market," jelas chief investment officer Fort Washington Investment Advisors Nick Sargen di Cincinnati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie