KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) menurunkan outlook utang Indonesia dari sebelumnya stabil menjadi negatif. Pada Jumat (17/4), S&P memberi rating BBB/A-2 seiring dengan depresiasi nilai tukar rupiah dan beban utang dalam beberapa tahun ke depan akibat kebijakan fiskal dalam menghadapi pandemi corona (Covid-19). Selain itu, S&P juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi domestik tahun ini hanya 1,8%, yang akan menjadi tingkat pertumbuhan ekonomi terendah sejak 1999. Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai pemangkasan outlook oleh S&P ini menambah daftar sentimen negatif yang menerpa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Baca Juga: Moody's kaji pangkas peringkat obligasi dijamin AS senilai US$ 22 miliar Namun menurut Reza, pelaku pasar sudah sudah terbiasa (price in) dengan kondisi sekarang, dimana pelaku pasar akan menerima penilaian dari S&P tersebut. “Efeknya akan membuat pasar turun tetapi hanya sementara dan tergantikan dengan sentimen lainnya,” ujar Reza kepada Kontan.co.id, Minggu (19/4). Reza menilai wajar apabila S&P menurunkan outlook utang jangka panjang Indonesia. Sebab, Negara bisa membayar surat utang (obligasi) ketika ada pendapatan yang masuk. Sementara saat ini, pendapatan dan pemasukan nasional sedang berkurang dan akan lebih fokus untuk menangani corona. “Pasti pembayaran obligasi akan cenderung tertahan. Itulah akibatnya yang membuat peringkat utang itu turun,” sambung Reza.