JAKARTA. Serikat Pekerja (SP) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengungkap bahwa akibat kebijakan wajib membeli listrik atau take or pay kepada listrik milik Independent Power Producer (IPP), maka sejak 2 November 2016 lalu PLTU Bukit Asam (4x65 MW) harus dimatikan atau shut down dan menyebabkan PLN mengalami kerugian miliaran rupiah. Kebijakan mematikan mesin PLTU Bukit Asam (4x65 MW) karena PLTU Mulut Tambang Sumsel 5 berkapasitas 2x150 MW milik PT Dian Swastatika Santosa Tbk (DSSA) sudah beroperasi penuh pada 2 November 2016 lalu. "Jadi kami padamkan karena terjadi surplus di Sumatra Selatan, untuk sistem take or pay kami meminta dievaluasi. Kerugian PLN harus memadamkan operasional PLTU Bukit Asam, PLN mengalami kerugian Rp 500 miliar per tahun," ungkap Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Jumadis Abda saat konfrensi pers, Rabu (4/1). Dia menilai, adanya kewajiban membeli listrik dari pembangkit milik swasta maka masyarakat akan mendapatkan tarif listrik yang tinggi. Sebagai contoh, sebelumnya harga listrik dari PLTU Bukit Asam hanya Rp 280 per kWh. Namun dengan datangnya PLTU Mulut Tambang Sumsel 5 tersebut maka PLN mesti membayar Rp 780 per kWh. "Jadi kenapa mahal? karena ada komponen mengembalikan investasi dan juga beban pokok operasional, PLN harus tanggung itu," ungkap dia.
SP PLN: Tarif listrik tinggi karena ada swasta
JAKARTA. Serikat Pekerja (SP) PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengungkap bahwa akibat kebijakan wajib membeli listrik atau take or pay kepada listrik milik Independent Power Producer (IPP), maka sejak 2 November 2016 lalu PLTU Bukit Asam (4x65 MW) harus dimatikan atau shut down dan menyebabkan PLN mengalami kerugian miliaran rupiah. Kebijakan mematikan mesin PLTU Bukit Asam (4x65 MW) karena PLTU Mulut Tambang Sumsel 5 berkapasitas 2x150 MW milik PT Dian Swastatika Santosa Tbk (DSSA) sudah beroperasi penuh pada 2 November 2016 lalu. "Jadi kami padamkan karena terjadi surplus di Sumatra Selatan, untuk sistem take or pay kami meminta dievaluasi. Kerugian PLN harus memadamkan operasional PLTU Bukit Asam, PLN mengalami kerugian Rp 500 miliar per tahun," ungkap Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Jumadis Abda saat konfrensi pers, Rabu (4/1). Dia menilai, adanya kewajiban membeli listrik dari pembangkit milik swasta maka masyarakat akan mendapatkan tarif listrik yang tinggi. Sebagai contoh, sebelumnya harga listrik dari PLTU Bukit Asam hanya Rp 280 per kWh. Namun dengan datangnya PLTU Mulut Tambang Sumsel 5 tersebut maka PLN mesti membayar Rp 780 per kWh. "Jadi kenapa mahal? karena ada komponen mengembalikan investasi dan juga beban pokok operasional, PLN harus tanggung itu," ungkap dia.