JAKARTA. Belum reda ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pelemahan rupiah, daya tahan ekonomi Indonesia kembali diuji. Kali ini, potensi ancaman muncul dari tumpukan utang luar negeri swasta. Turbulensi ekonomi bisa terjadi lantaran Indonesia termasuk negara yang memiliki tumpukan utang korporasi dalam valuta asing (valas) yang jumbo di antara negara Asia Tenggara. Dari total 100 korporasi terbesar di Asia Tenggara, Standard & Poor’s (S&P) menemukan: utang luar negeri korporasi di Indonesia tumbuh dua hingga tiga kali lipat lebih tinggi ketimbang utang lokal di periode 2010- 2014. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, tahun 2010, utang luar negeri swasta tercatat US$ 83,78 miliar. Per Juni 2015, utang luar negeri swasta sudah membengkak menjadi US$ 169,68 miliar (lihat infografik). Utang swasta itu setara 55,77% dari total utang luar negeri Indonesia. Kegemaran korporasi Indonesia berhutang valas, sejajar dengan korporasi Malaysia dan Filipina. S&P mengingatkan, pelemahan nilai tukar mata uang negera emerging market, termasuk rupiah, bakal menjadi bom waktu. "Korporasi memang masih terlihat ekspansi. Tapi depresiasi mata uang seperti olesan pahit pada kue saat ekspansi yang didanai utang melemahkan neraca perusahaan," tandas Bertrand Jabouley, Director of Asia-Pacific Corporate Ratings Standard & Poor’s, seperti dilansir Bloomberg, kemarin.
S&P: risiko utang swasta ASEAN naik
JAKARTA. Belum reda ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi dan pelemahan rupiah, daya tahan ekonomi Indonesia kembali diuji. Kali ini, potensi ancaman muncul dari tumpukan utang luar negeri swasta. Turbulensi ekonomi bisa terjadi lantaran Indonesia termasuk negara yang memiliki tumpukan utang korporasi dalam valuta asing (valas) yang jumbo di antara negara Asia Tenggara. Dari total 100 korporasi terbesar di Asia Tenggara, Standard & Poor’s (S&P) menemukan: utang luar negeri korporasi di Indonesia tumbuh dua hingga tiga kali lipat lebih tinggi ketimbang utang lokal di periode 2010- 2014. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, tahun 2010, utang luar negeri swasta tercatat US$ 83,78 miliar. Per Juni 2015, utang luar negeri swasta sudah membengkak menjadi US$ 169,68 miliar (lihat infografik). Utang swasta itu setara 55,77% dari total utang luar negeri Indonesia. Kegemaran korporasi Indonesia berhutang valas, sejajar dengan korporasi Malaysia dan Filipina. S&P mengingatkan, pelemahan nilai tukar mata uang negera emerging market, termasuk rupiah, bakal menjadi bom waktu. "Korporasi memang masih terlihat ekspansi. Tapi depresiasi mata uang seperti olesan pahit pada kue saat ekspansi yang didanai utang melemahkan neraca perusahaan," tandas Bertrand Jabouley, Director of Asia-Pacific Corporate Ratings Standard & Poor’s, seperti dilansir Bloomberg, kemarin.