KONTAN.CO.ID -JAKARTA. S&P memproyeksikan dengan adanya guncangan ekonomi akibat virus corona makan defisit anggaran Indonesia akan mencapai 4,7% tahun ini. Padahal sebelumnya, pemerintah secara ketat mematuhi plafon defisit fiskal sebesar 3,0% dari PDB selama dua dekade terakhir. Namun, pada tahun 2022 defisit anggaran Indonesia akan kembali semula pada 3% dari PDB. S&P menilai, dukungan fiskal yang kuat diperlukan untuk mengelola evolusi krisis kesehatan masyarakat di Indonesia, dan untuk mengurangi sementara kerusakan ekonomi struktural. Baca Juga: S&P: Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun menjadi 1,8% terendah sejak 1999
Meskipun pemerintah kemungkinan akan mengadopsi pengaturan fiskal yang lebih bijaksana setelah berakhirnya Perppu. Defisit selama dua atau tiga tahun ke depan akan mengarah pada net general government utang di atas 30% dari PDB untuk periode yang lebih lama. S&P menuliskan, bahwa basis pendapatan yang sempit di Indonesia merupakan kendala tambahan pada peringkat. Utang yang tinggi menempatkan tekanan ke atas pada biaya bunga pemerintah relatif terhadap pendapatannya, metrik utama efisiensi operasional. Pelonggaran moneter terkoordinasi oleh bank sentral, bersama dengan kebijakan moneter yang semakin mudah dari Bank Indonesia, tentu saja akan membantu mengimbangi efek dari utang yang lebih tinggi dengan suku bunga yang lebih rendah selama beberapa tahun ke depan. Namun, kenaikan berkelanjutan dalam pembayaran bunga Indonesia di atas 10% dari pendapatan pemerintah umum akan menunjukkan tekanan tambahan pada peringkat pemerintah. Baca Juga: Outlook utang Indonesia turun, BI diharapkan masuk pasar primer lelang SBSN