S&P turunkan rating, ini tanggapan Bumi Resources (BUMI)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga rating S&P menurunkan peringkat PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi CCC seiring dengan meningkatnya risiko refinancing. S&P juga menyematkan outlook negatif terhadap emiten tambang batubara ini.

Dalam laporannya, Selasa (5/10), S&P menyebut besaran dividen yang diterima BUMI dari anak usahanya tidak mencukupi untuk mengurangi utangnya secara signifikan. Padahal, saat ini harga batubara berada pada level yang menguntungkan.

S&P menyebut, Kaltim Prima Coal (KPC) sebagai kontributor dividen terbesar hanya membayar US$ 42 juta ke BUMI di semester pertama meskipun EBITDA KPC naik 67% secara year-on-year (yoy) menjadi US$ 254 juta. Sementara Arutmin Indonesia tidak membayar dividen meskipun memiliki kas US$ 93 juta dan EBITDA sebesar US$ 68 juta.


Baca Juga: Ekspor batubara diramal cerah pada akhir 2021, ini pendorongnya

Mengingat tingkat pembayaran BUMI yang lambat saat ini, S&P meyakini BUMI akan menghadapi kesulitan dalam membayar utang tranche-A dan tranche-B  pada saat jatuh tempo Desember 2022 mendatang. Utang tersebut berjumlah US$ 1,2 miliar.

"Oleh karena itu, pada 5 Oktober 2021 kami menurunkan rating kredit emiten yang berbasis di Indonesia tersebut menjadi CCC dari CCC+," tulis S&P dalam laporan pemeringkatan.

Menanggapi hal ini, Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan, dia mengajak semua pihak untuk mencermati pembayaran utang yang sudah dilakukan BUMI mulai bulan ini dan seterusnya.

“Daripada melompat ke kesimpulan lebih awal. Dunia hari ini tidak sama seperti tahun 2017. Terlalu banyak faktor geopolitik dan pandemi yang ikut bermain yang tampaknya tidak diperhitungkan,” terang Dileep.

Baca Juga: Ini fokus Bumi Resources (BUMI) di bawah komando Aga Bakrie

Dileep menyebut, BUMI telah membayar utang secara tunai sebesar US$ 365 juta sejak AprIl 2018. Dia menyebut, angsuran berikutnya, yakni pada pada tanggal 18 Oktober 2021 kemungkinan lebih tinggi empat sampai lima kali dari angsuran yang dibayar pada Juli 2021.

“Bumi sudah memiliki rencana yang jelas untuk mengatasi semua masalah ini secara optimal sebagaimana mestinya,” sambung dia.

Sejumlah strategi yang disiapkan BUMI antara lain mempercepat pembayaran kembali pokok utang dan menyelesaikan tranche A pada akhir tahun 2022. BUMI juga menukar sisa obligasi wajib konversi atau mandatory convertible bonds (MCB) menjadi ekuitas lebih awal dari tenor resmi pada tahun 2024.

BUMI juga melakukan refinancing sisa utang dengan bunga yang lebih rendah dan mencapai struktur modal yang seimbang ke tingkat yang optimal dalam 2-3 tahun ke depan.

Sebagai produsen batubara terbesar di tanah air dengan produksi mencapai 85 juta ton, Dileep menyebut BUMI menjadi perusahaan yang paling diuntungkan dari kenaikan harga batubara. Hal ini membawa dampak positif  bagi BUMI, seperti memungkinkan percepatan pembayaran utang, pemotongan biaya bunga, potensi meraih laba, serta diversifikasi ke sektor hilir.

Baca Juga: Produksi batubara Bumi Resources (BUMI) capai 6,5 juta ton pada Agustus 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati