Spanyol siapkan pajak baru untuk jerat Google dan Facebook



KONTAN.CO.ID - MADRID. Pemerintah Spanyol menyetujui rancangan undang-undang yang mengatur pemberlakukan pajak sebesar 3% dari total pendapatan perusahaan internet dan teknologi raksasa, seperti Amazon, Google, Facebook dan Uber.

Dilansir dari Reuters, Jumat (18/1), pemberlakuan pajak tersebut akan berkontribusi US$ 1,37 miliar bagi kas negara setiap tahunnya. Hal itu diungkapkan oleh juru bicara pemerintah Spanyol Isabel Celaa.

Spanyol, bersama dengan Italia, Inggris dan beberapa negara Uni Eropa lainnya juga telah menyiapkan aturan pajak bagi perusahaan internet dan teknologi global tersebut. Sayangnya, persiapan aturan itu masih terkendala terkait nilai pungutan yang akan dibebankan dan masih dibicarakan oleh seluruh negara-negara Uni Eropa.


Alasan pemberlakukan pajak tersebut, sebagai upaya pemerintah untuk mencegah perusahaan-perusahaan besar itu menghindari pajak, dengan mengalihkan keuntungan mereka ke negara-negara yang menetapkan pajak lebih rendah di negara-negara benua Eropa.

Celaa menjelaskan, bahwa tagihan pajak dikenakan bagi perusahaan yang mengantongi pendapatan sebesar € 700 juta secara global. Setidaknya, pendapatan € 3 juta di Spanyol, sejalan dengan rancangan aturan Uni Eropa yang mengatur pajak digital ini.

Kabinet Spanyol juga menyetujui peraturan yang mengatur pajak, bagi transaksi keuangan dengan tingkat rate 0,2%. Dengan pajak ini, akan berkontribusi € 850 juta untuk dimasukan pada program dana pensiun dan jaminan sosial.

Di samping itu, pemerintah juga mengharapkan pendapatan fiskal dalam rancangan anggaran Spanyol tahun ini, yang disampaikan oleh pemerintahan sosialis minoritas, pada Senin (14/1). Meskipun rancangan anggaran tersebut masih dibahas di parlemen dan akan menyita waktu beberapa bulan.

Maret lalu, Komisi Uni Eropa mengusulkan retribusi 3% atas omzet perusahaan teknologi raksasa karena beban pajak yang dibebankan kepada mereka terlalu rendah. Sebagian besar negara-negara Uni Eropa menyetujui aturan pajak, tetapi Irlandia menolaknya karena takut kehilangan pendapatan negara.

Editor: Herlina Kartika Dewi