SPBU belum siap 100% dengan opsi pembatasan BBM



JAKARTA. Infrastruktur untuk menampung tangki pertamax di SPBU se-Jabodetabek sudah siap 85%. Namun, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Bumi (Hiswana Migas) Ery Purnomahadi menuturkan bahwa saat ini untuk se-Jawa Bali baru siap 70%.

Permasalahan utama sebenarnya bukan dari infrastruktur atau kesiapan alat di SPBU, tetapi justru SDM atau operator di lapangan. Menurut Ery, operator di lapangan ini perlu dibekali pelatihan-pelatihan. “Katakanlah infrastruktur sudah siap, namun SDM-nya masih belum siap. Ya, tetap saja tidak bisa jalan,” ujarnya.

Sebenarnya kebijakan seperti ini bukanlah hal baru, pemerintah sudah sering mengatakannya. Namun, karena pemerintah menetapkannya ragu-ragu, antara iya dan tidak, jadi Ery tidak bisa memaksakan untuk melakukan kesiapan-kesiapan infrastruktur dan SDM. Karena perlu adanya sosialisasi intensif dan pelatihan dari pemerintah terlebih dahulu bagaimana dan apa saja yang harus dilakukan dan disiapkan oleh SPBU ini.


Nah, jika sudah ada kebijakan secara jelas baru akan dipersiapkan infrastruktur dan memulai pelatihan untuk operator di lapangan. Jadi, operator di lapangan bisa membedakan mana yang boleh memakai premium dan mana yang tidak boleh memakai premium hanya dengan melihat stiker yang ditempel di mobil.

Ery menuturkan kesiapan infrastruktur untuk se-Jawa Bali mungkin secara 100% akan terealisasikan pada bulan Juli mendatang. sementara, untuk pelatihan-pelatihan SDM atau operator di lapangan membutuhkan waktu minimal 3 bulan. Jadi, kemungkinannya baru akan benar-benar diaplikasikan secara tepat di lapangan pada Agustus nanti.

Saat ini jumlah SPBU se-Jawa Bali ada sekitar 3.000 unit. Sementara, di tiap SPBU kira-kira terdapat 40 petugas operasional, maka harus dilakukan pelatihan terhadap 120 ribu petugas operasional.

Selama masa kesiapan tersebut, Ery mengusulkan kepada DPR untuk membuat harga dua premium.

"Satu untuk BBM bersubsidi dan satu lagi untuk BBM non-subsidi. Mungkin untuk harga BBM non-subsidi ini bisa ditambah Rp1.000, yang penting di atas harga premium bersubsidi dan di bawah harga pertamax. Barulah, ketika infrastruktur dan SDM siap 100%, kebijakan pelarangan menggunakan BBM bersubsidi bagi kendaraan 1.500 cc bisa dilakukan," ujar Ery.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.